Yogen mengibaratkan dana loss and damage ini tidak ubahnya seperti perdagangan karbon karena negara-negara maju yang notabene negara penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia diperbolehkan untuk tidak mengurangi emisi gas rumah kacanya dengan hanya membayar dana loss and damage kepada negara yang rentan terkena bencana akibat perubahan iklim.
“Jadi solusi COP kurang strategis karena tidak menyasar akar permasalahan pemanasan global itu sendiri. Dan tidak adil karena negara maju boleh tidak mengurangi emisi gas rumah kacanya selama punya uang. dan kita negara berkembang yang tidak punya uang, kita harus mengurangi gas emisi rumah kacanya,” jelasnya.
Ajang COP, katanya, selalu membahas terbatas hanya pada pengurangan penggunaan bahan bakar fosil di sektor transportasi dan industri saat membicarakan tentang pemanasan global. Padahal, sebenarnya masalah terbesar dari pemanasan global bukanlah pada penggunaan bahan bakar fosil saja.
“Tahun 2006, dari laporan yang dikeluarkan oleh FAO disitu disebutkan bahwa peternakan hewan penyebab emisi yang jauh lebih besar dari emisi semua mobil dan industri bila digabungkan. Padahal selama ini COP hanya membicarakan soal bahan bakar fosil. Ternyata peternakan hewan menyumbang emisi yang jauh lebih besar dibandingkan emisi dihasilkan dari transportasi dan industri bila digabungkan,” tukasnya.