).Mata juling terjadi karena terganggunya/lemahnya kontrol otak terhadap otot mata sehingga bola mata tidak berada pada posisi yang sejajar satu sama lain (neuromuscular weakness). Penyandang mata juling umumnya mengeluhkan pandangan kabur, penglihatan ganda, sakit kepala, dan kelelahan dalam proses belajar atau bekerja.
Khusus pada anak, strabismus berisiko mempengaruhi perkembangan fungsi penglihatan. Bahkan, tanpa penanganan yang tepat, anak penyandang mata juling bisa berisiko terkena mata malas (ambliopia) dan gangguan perkembangan binokularitas – yakni gangguan pada pembentukan kemampuan penglihatan tiga dimensi/binokular.
Sebuah temuan menyebut penyandang strabismus berpotensi terserang gangguan mental 10 persen lebih tinggi. Lebih jauh, penyandang strabismus berpotensi mengalami gangguan psikologis yang lebih mengkhawatirkan, seperti depresi, ansietas, fobia sosial, keinginan bunuh diri, hingga skizofrenia.
“Setiap individu berhak memiliki penglihatan optimal dan hidup yang berkualitas. Tak terkecuali para penyandang mata juling. Hidup mereka secara psikososial tak berhenti lantaran menyandang strabismus. Mereka harus kita dorong agar bangkit, salah satunya melalui operasi mata juling. Inilah yang mengukuhkan kami untuk melanjutkan ‘Bakti Sosial Operasi Mata Juling JEC’. Harapan kami, semoga masyarakat luas semakin teredukasi bahwa mata juling bisa ditangani dan dikoreksi,” lanjut Dr. Gusti G. Suardana, SpM(K).