IPOL.ID – Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) menyebutkan kasus kerusakan fuel pump mobil kembali merebak di Jakarta, setelah kasus serupa pernah terjadi di Riau pada Tahun 2008.
Sekalipun kala itu jumlahnya tidak sebanyak yang terjadi di Jakarta di 2010, se-Jawa dan Sumatera di 2012 dan kini di Jabodetabek.
“Berdasarkan analisis pada studi yang kami lakukan, kerusakan fuel pump itu disebabkan dua hal yaitu, pertama buruknya kualitas bahan bakar minyak (BBM), kedua keberadaan benda asing pada bahan bakar bensin digunakan untuk menggerakkan kendaraan bermotor,” kata Ahmad Safrudin selaku Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) di Jakarta, Rabu (27/11/2024).
Bagaimana kualitas BBM dan dari mana asal benda asing tersebut? Ahmad mengungkapkan, pertama, buruknya kualitas BBM (High Sulfur Fuel), seperti diketahui sejak Oktober 2018 Indonesia sudah mengadopsi teknologi kendaraan bermotor berstandard Euro4/IV.
“Artinya sejak saat itu semua produk kendaraan bermotor dipasarkan di Indonesia berstandar Euro4/IV, meninggalkan standar sebelumnya yaitu Euro2/II diadopsi sejak 2007,” ujarnya.
Tujuannya adalah untuk mengendalikan emisi kendaraan bermotor dalam mengendalikan pencemaran udara, terutama di kawasan perkotaan. Sebagaimana diketahui kendaraan bermotor adalah sumber utama pencemaran udara di kawasan perkotaan seperti Jabodetabek hingga mengalami krisis pencemaran udara di 2023.
Sayangnya, adopsi kendaraan berstandar Euro4/IV itu tidak dibarengi penyediaan BBM yang comply (memenuhi persyaratan) teknologi Euro4/IV. Alih-alih mengendalikan pencemaran udara justru hal itu memicu kerusakan komponen kendaraan bermotor diisi BBM yang tidak memenuhi persyaratan standar Euro4/IV.
Komponen kendaraan bensin diproduksi sejak Oktober 2018 dan kendaraan solar diproduksi sejak April 2022 adalah fuel pump, injector, piston, piston ring, piston arm, combustion chamber, catalytic converter, ECU, dan lainnya.
“Tentu saja kerusakan itu mengharuskan penggantian komponen rusak harganya lumayan mahal. Fuel pump misalnya, memerlukan biaya sekitar Rp500.000-Rp2.000.000-an, injector sekitar Rp750.000-Rp5.000.000-an (tergantung varian dan merek kendaraan), catalytic converter sekitar Rp15.000.000-Rp45.000.000”.
Penggunaan BBM yang tak memenuhi syarat dapat memampatkan injector. Sehingga BBM disemburkan ke ruang pembakaran mesin menjadi tak sempurna, alhasil BBM akan menjadi lebih boros, selain emisi HC, CO, NOx akan meningkat.
Dijelaskannya, BBM berkualitas rendah kadar Sulfur tinggi dan atau terkontaminasi benda asing (stranger substance) menyebabkan catalytic converter (kendaraan bensin) dan diesel particulate filter (kendaraan diesel) tak mampu mencapai tempteratur diharapkan. Sehingga kemampuan untuk mengoksidasi pollutant terganggu, walhasil pollutants (HC, CO, NOx, SOx, PM10, PM2.5) gagal dioksidasi.
Dengan demikian emisi keluar dari knalpot kendaraan menjadi tinggi. Sulfur dan benda asing akan melapisi diaphragm catalytic converter dan DPF. Sehingga gagal mencapai temperatur mampu menciptakan situasi kondusif untuk proses oksidasi polutan.
Kasus kerusakan komponen fuel pump akhir-akhir ini jelas karena penggunaan BBM kotor yaitu Pertamax memiliki kadar Sulfur 100-150 ppm atau 2-3 kali lipat dipersyaratkan Euro4/IV Vehicle standar (Sulfur content max 50 ppm).
Sedangkan Pertalite, Biosolar, Dexlite, PertaDEX, Green Partamax dan Pertamax Turbo memiliki kadar Sulfur masing-masing 200 ppm, 1260 ppm, 1200 ppm, 300 ppm, 50 ppm dan 50 ppm.
Kedua, stranger substances, the stranger substance atau benda asing itu dapat dalam bentuk debu, air, minyak lain, metal, dan lainnya bersifat mempengaruhi conductivity (daya hantar listrik) BBM. Dapat menyebabkan kerusakan sistem elektrik pada fuel pump.
Benda asing ini dapat merupakan zat yang sengaja ditambahkan (additive) dan atau bahan contaminant yang terbentuk akibat buruknya housekeeping (apakah di Vessel, Backloading Terminal, Land Transportation Tank, Depo, Tangki SPBU).
Benda asing dari bahan contaminants terbentuk akibat buruknya housekeeping yang terjadi karena (1) Zink Coating (Back Loading Terminal) yang tidak rutin sesuai SOP yaitu berupa senyawa mengandung Zn, Fe; atau (2) Tank Cleaning (Backloading Terminal dan SPBU) yang tidak rutin sesuai SOP yaitu berupa residu dan endapan yang bukan fuel properties (air, debu, oli, dan lainnya).
“Itu semua berawal dari kegagalan dalam pengadaan dan pengawasan terhadap kualitas bahan bakar sejak dari hulu (kilang) hingga hilir,” katanya.
Berdasarkan UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi disebutkan pada Pasal 28 (1) bahwa BBM serta hasil olahan tertentu dipasarkan di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat wajib memenuhi standar dan mutu ditetapkan pemerintah.
Kemudian dalam Pasal 41 ditetapkan bahwa Direktorat Jendeal Migas memiliki otoritas melakukan pengawasan, dalam Pasal 42 diperjelas bahwa pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) meliputi: penerapan kaidah keteknikan yang baik, jenis dan mutu hasil olahan Minyak dan Gas Bumi, pengelolaan lingkungan hidup, penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi Minyak dan Gas Bumi, kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi sepanjang, menyangkut kepentingan umum.
Dengan demikian BBM diterima konsumen dan berakibat kerusakan kendaraan konsumen adalah hal pelanggaran UU. Selain pelanggaran Pasal 4 huruf h UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
“Kasus kerusakan fuel pump, injector dan lainnya pada kendaraan yang terjadi akhir-akhir ini, maka konsumen berhak mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang atau jasa diterima tidak sesuai perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya”.
Pasal 382 KUHP menetapkan sanksi pidana dikenakan kepada mereka dalam melakukan kegiatan perdagangan atau perusahaan melakukan penipuan untuk memperdayakan umum atau seseorang tertentu dengan tujuan mengambil keuntungan bagi dirinya.
“Pelaku perdagangan Migas (produksi dan distribusi), pengawas, dan pengecer Migas yang menyebabkan kerugian konsumen BBM harus tanggung renteng dikenakan sanksi pidana ini”.
Pada SK Dirjen MIGAS No 3674 K/24/DJM/2006 tentang Spesifikasi BBM juga disebutkan ketentuan tentang pemeliharaan dengan baik atas fasilitas dan infrastruktur BBM untuk mengurangi kontaminasi (debu, air, minyak lain).
Menurut dia, di sinilah pokok permasalahan munculnya benda asing pada bensin Premium yaitu dugaan keteledoran dalam pengawasan dan audit Housekeeping atau pemeliharaan fasilitas dan infrastruktur BBM seperti Vessel (Kapal Pengangkut, Backloading Terminal, Tanki Transporter, dan Tanki SPBU).
Untuk itu, kata Ahmad, segera sediakan BBM rendah Sulfur (Low Sulfur Fuel) di seluruh wilayah RI sesuai regulasi. Kedua, lakukan fungsi pengawasan ketat terhadap mutu sesuai spesifikasi, melakukan audit dan pengawasan Zn Coating serta Tank Cleaning (Backloading Terminal, Alat Pengangkut BBM, SPBU), berikut mewajibkan men-disclose berita acara Zn Coating dan Tank Cleaning.
“Ketiga, lakukan upaya hukum secara tegas (termasuk potensi tindakan pidana hukum) terhadap pelanggaran, baik ditataran produksi/impor BBM, transporter, distribusi/retailer maupun policy implementer/controller atas terjadinya kasus kerusakan komponen kendaraan akibat dugaan beredarnya BBM kotor ini,” tutup Ahmad. (Joesvicar Iqbal)