Untuk itu, lanjutnya, diperlukan sejumlah rekomendasi untuk meningkatkan penelitian manuskrip keislaman. Ini mencakup peningkatan pendanaan, pelatihan peneliti, dan pengembangan jaringan kolaboratif di antara para akademisi.
Di sisi lain, Pemerhati Manuskrip Kerinci yang sekaligus Dosen Sejarah dan Filologi Universitas Batanghari, Deki Syaputra membahas mengenai naskah di Tanah Puncak Jambi. Ia mengulas, istilah tanah puncak bisa jadi masih asing bagi sebagian masyarakat. “Ini merupakan sebutan lain untuk Kerinci itu sendiri. Karena di beberapa literatur, khususnya dalam naskah kuno pada manuskrip, penyebutan untuk wilayah yang berada di Kerinci itu disebut dengan istilah puncak,” jelasnya dilansir brin.go.id
Sebagaimana kita ketahui, imbuhnya, naskah di Kerinci sampai hari ini masih tersimpan sebagai koleksi komunal. Masyarakat ada yang menyimpannya sebagai benda pusaka. Ketika naskah tersebut diturunkan, tidak seperti halnya pada naskah pada umumnya, namun harus melalui ritual tertentu. Ritual ini sebagai sebuah ritus penurunan dan pembersihan benda pusaka. Di antara benda pusaka itu adalah manuskrip itu sendiri.