“Prinsip politik lokal adalah kesempatan masyarakat lokal mengelola sendiri pertarungannya. Jadi alangkah tidak eloknya bila pertarungan di Jateng, ikut jadi perhatian Pak Prabowo sebagai presiden,” ujar Andreas.
“Jadi Pilgub Jateng pertarungannya tidak bebas. Sudah ada kekuatan besar, ikut cawe-cawe.”
Andreas menambahkan alasan Prabowo bertindak sebagai ketua umum Partai Gerindra juga tidak bisa diterima, karena sebagai kepala negara, mantan Danjen Kopassus itu seharusnya bersikap netral.
Menurut Andreas, Indonesia pascareformasi mempunyai keunikan yaitu keragaman penguasa politik di daerah. Para pemimpin daerah, kata dia, tidak selalu sebangun dengan konfigurasi politik nasional maupun kelompok politik yang dominan di DPRD setempat.
“Jadi artinya bukan persoalan presiden boleh kampanye atau tidak, tapi bagaimana mengelola negara dengan budaya politik yang baik, paham kapan tampil kapan tidak perlu menunjukkan diri,” ujar dia.
Senada dengan Andreas, pengajar politik dari dari Universitas Airlangga, Ali Sahab, menilai keterlibatan presiden dalam mendukung pasangan calon rawan konflik kepentingan.