IPOL.ID – Mahkamah Pidana Internasional (ICC) pada Kamis (21/11) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanannya Yoav Gallant, serta kepala militer Hamas, Mohammed Deif.
Menyikapi keputusan itu, Italia mengatakan bahwa mereka akan dipaksa untuk mematuhi surat perintah tersebut jika para pejabat Israel menginjakkan kaki di negara itu.
Dilansir AFP, Jumat (22/11), Menteri Pertahanan Italia Guido Crosetto mengatakan bahwa ia yakin ICC “salah” dalam menempatkan Netanyahu dan Gallant pada level yang sama dengan Hamas.
Namun dia menegakkan jika Netanyahu dan Gallant “datang ke Italia, kami harus menangkap mereka”.
Keputusan ICC tersebut secara teoritis membatasi pergerakan Netanyahu, karena salah satu dari 124 negara anggota mahkamah tersebut akan diwajibkan untuk menangkapnya di wilayah mereka.
“Mahkamah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk dua orang, Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant, atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukan dari setidaknya 8 Oktober 2023 hingga setidaknya 20 Mei 2024,” kata ICC dalam sebuah pernyataan.
Surat perintah penangkapan juga telah dikeluarkan untuk Deif, tambahnya.
Israel mengatakan pada awal Agustus bahwa mereka telah membunuh Deif dalam sebuah serangan udara di Gaza selatan pada bulan Juli, namun Hamas belum mengkonfirmasi kematiannya.
Pengadilan mengatakan telah mengeluarkan surat perintah penangkapan karena jaksa penuntut belum bisa memastikan apakah Deif sudah meninggal atau belum.
Kepala jaksa penuntut pengadilan, Karim Khan, mendesak para anggota badan tersebut untuk bertindak berdasarkan surat perintah tersebut, dan bagi yang bukan anggota untuk bekerja sama demi “menegakkan hukum internasional”.
“Saya mengimbau semua Negara Pihak untuk memenuhi komitmen mereka dengan menghormati dan mematuhi perintah peradilan ini,” kata Khan dalam sebuah pernyataan.
Otoritas Palestina dan kelompok militan Hamas menyambut baik surat perintah tersebut – meskipun tanpa menyebut nama Deif.
Surat perintah untuk para pemimpin Israel adalah “langkah penting menuju keadilan dan dapat mengarah pada ganti rugi bagi para korban secara umum”, kata anggota biro politik Hamas, Bassem Naim.
“Namun, hal ini tetap terbatas dan simbolis jika tidak didukung oleh semua negara di seluruh dunia.”
Pengadilan mengatakan bahwa mereka telah menemukan “alasan yang masuk akal” untuk meyakini bahwa Netanyahu dan Gallant memikul “tanggung jawab pidana” atas kejahatan perang berupa kelaparan sebagai metode peperangan, serta kejahatan kemanusiaan berupa pembunuhan, penganiayaan, dan tindakan tidak berperikemanusiaan lainnya.
ICC mengatakan bahwa keduanya juga bertanggung jawab secara kriminal “atas kejahatan perang dengan sengaja mengarahkan serangan terhadap penduduk sipil”.
Pengadilan menuduh keduanya “dengan sengaja dan sadar merampas benda-benda yang sangat diperlukan oleh penduduk sipil di Gaza untuk kelangsungan hidup mereka”, termasuk makanan, air, obat-obatan, bahan bakar, dan listrik.
Mengenai kejahatan perang kelaparan, mereka mengatakan bahwa kekurangan yang dibuat “menciptakan kondisi kehidupan yang diperhitungkan untuk membawa kehancuran sebagian penduduk sipil di Gaza”.
Hal ini mengakibatkan kematian warga sipil termasuk anak-anak, karena kekurangan gizi dan dehidrasi, demikian dakwaan pengadilan.
Pengadilan mengatakan bahwa mereka belum menentukan apakah “semua unsur kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pemusnahan telah terpenuhi,” kata pengadilan.
Namun, para hakim mengatakan bahwa ada alasan yang masuk akal untuk meyakini bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan telah dilakukan terhadap para korban. (far)