Pasalnya, terang Eddy, China hampir dipastikan akan menggunakan pengakuan Indonesia tersebut untuk mendesak negara-negara bersengketa lain agar menerima klaim garis putus-putus mereka.
“Pengakuan dari Indonesia akan dikapitalisasi oleh China untuk mendesak negara-negara claimants lain agar menerima garis putus-putus yang pada akhirnya akan memperlemah posisi ASEAN yang selama ini menolak klaim yang tidak sesuai UNCLOS 1982,” kata Eddy.
Pengajar hubungan internasional Universitas Islam Indonesia Muhammad Zulfikar Rakhmat menilai kerja sama maritim di wilayah tumpang tindih tersebut menunjukkan sikap Presiden Prabowo yang berkebalikan dengan pidatonya usai dilantik pada 20 Oktober lalu.
Dalam pidato di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Prabowo yang baru dilantik sebagai presiden mengatakan tidak akan berada di belakang negara adidaya yang sedang berkompetisi.
“Tampak jelas, kita bergantung dan menunduk sekali dengan China,” kata Zulfikar.
Kementerian Luar Negeri dalam keterangan tertulis di laman resminya pada hari ini menepis kerja sama maritim di wilayah tumpang tindih sebagai pengakuan atas klaim garis putus-putus China.