IPOL.ID – Wacana Presiden Prabowo Subianto mengenai Pilkada yang dipilih oleh DPRD menuai tanggapan dari Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin.
Zulfikar mengingatkan bahwa UUD 1945 Pasal 18 ayat 4 mengamanatkan pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota secara demokratis.
Nah, menurut Zulfikar, terdapat dua mekanisme pemilihan demokratis. Pertama dengan menggunakan mandat tunggal, yaitu rakyat memilih wakilnya di lembaga legislatif, baik di tingkat pusat (DPR), provinsi (DPRD Provinsi), maupun kabupaten/kota (DPRD Kabupaten/Kota).
“Lalu DPRD (lembaga legislatif) itu yang milih gubernur, bupati, wali kota,” terangnya, dilansir parlementaria, Senin (16/12).
Kedua, mandat terpisah, di mana rakyat memilih langsung wakilnya di legislatif dan kepala daerah.
Menurut dia, dari sisi akademik, kedua model tersebut sama-sama memiliki derajat demokratisnya masing-masing.
“Tapi kan begini, kenapa kita akhirnya menapaki mandat terpisah, memilih (kepala daerah) langsung, karena kita punya pengalaman dengan mandat tunggal, ketika (kepala daerah) dipilih DPRD. Nah, ketika dipilih DPRD itu, pemilihan kepala daerah itu lebih banyak persoalannya itu (lebih terkait) persoalan elit,” kata politisi Fraksi Partai Golkar ini.
“Habis itu, rakyat itu dikemanakan. Rakyat itu dikemanakan. Padahal kan, pembukaan Undang-Undang Dasar kita bilang yang punya daulat itu rakyat. Pemerintahan disusun atas dasar kedaulatan rakyat. Nah, dimana letaknya rakyat itu?” imbuhnya.
Karena itu, dengan adanya pemilihan langsung di mana rakyat memilih sendiri kepala daerahnya, maka akan menempatkan rakyat yang punya dasar dalam kerangka daulat rakyat. Termasuk, memastikan memang pemerintahan itu dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.
“Semangat kita waktu itu, maka dipilihlah Pilkada langsung ini, dan ternyata memang ada insentif yang kita dapat dengan memilih langsung ini, yaitu insentif psikologis dan sosial. Terbentuk ekosistem demokratis di mana setiap calon kepala daerah, bahkan sebelum pencalonan sampai dia dilantik berusaha betul agar program yang disusun sesuai dengan aspirasi masyarakat,” papar jebolan Fisipol UGM ini.
Karena itu, dengan adanya pemilihan langsung, maka rakyat akan memiliki preferensi mana kepala daerah yang sesuai dengan kepentingannya. Bahkan tidak sekadar didengar, tapi setelah menjabat, rakyat bisa menuntut dan menghukum dengan cara tidak memilihnya kembali di lima tahun berikutnya.
“Nah sekarang kalau kita mau kembali dipilih DPRD, apa jaminannya? Karena harus kita beri keyakinan kepada rakyat. Ketika dipilih DPRD nanti, rakyat mau ditempatkan sebagai apa? Rakyat gak yakin itu. Karena kan kita udah punya pengalaman. Nanti rakyat akan jadi objek lagi,” tegasnya.
Termasuk, ia pun tidak yakin jika calon kepala daerah dipilih DPRD maka akan menghilangkan budaya politik uang.
“Kalau memang sekarang ada money politics, dipilih DPRD juga ada money politics-nya. Kan kita sudah pengalaman dengan itu,” tandasnya. (far)