Internet di Tiongkok telah lama dikenal dengan penyensoran terhadap istilah dan topik yang dianggap sensitif secara politik atau sosial.
Pada tahun 2024, Weibo mengumumkan upaya untuk menghapus konten dengan “nilai-nilai yang tidak diinginkan,” seperti unggahan yang “memamerkan kekayaan dan memuja uang.”
Pada tahun 2021, Weibo didenda 14,3 juta yuan (sekitar 2,2 juta dolar AS atau sekitar Rp36 miliar) karena memuat unggahan sensitif secara politik, misinformasi, dan materi terlarang lainnya.
Larangan TikTok akan mulai berlaku pada Minggu (19/1), kecuali ByteDance, perusahaan induknya, mentransfer kepemilikan atau ada keputusan hukum menit terakhir yang mencegah pelarangan.
Larangan itu diajukan karena kekhawatiran keamanan nasional terkait potensi pembagian data dengan otoritas Tiongkok, yang dibantah oleh ByteDance.
Presiden AS terpilih Donald Trump, yang akan dilantik pada Senin (20/1), menentang larangan tersebut dan telah meminta Mahkamah Agung untuk melakukan peninjauan darurat.
Meskipun Trump mendukung larangan TikTok selama masa jabatan pertamanya, ia mengubah posisinya pada Maret setelah bertemu dengan Jeff Yass, seorang pendukung kampanye kepresidenannya sekaligus investor di TikTok.(*)