Menurut dia, perlu indikator yang jelas sebelum wilayah adat diregistrasi dan ditetapkan oleh kepala daerah, termasuk penentuan titik koordinat, batas wilayah adat, dan kejelasan cakupan wilayah adat dalam administrasi pemerintahan.
Hal tersebut, kata Raziras, penting guna memastikan validitas data dan pengakuan wilayah adat secara resmi sehingga perlu sinergi antara BRWA dan Direktorat Toponimi dan Batas Daerah untuk mencegah konflik batas wilayah adat dengan administrasi pemerintahan.
“Kerja sama dan sinergi antara BRWA dan Direktorat Toponimi dan Batas Daerah perlu untuk mempercepat teregistrasinya wilayah adat di seluruh Indonesia,” kata Raziras menegaskan.
Adapun BRWA merupakan lembaga yang bertugas meregistrasi wilayah adat di seluruh Indonesia. BRWA didirikan pada tahun 2010 atas inisiatif sejumlah organisasi, termasuk Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), Forest Watch Indonesia (FWI), Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KPSHK), dan Sawit Watch (SW).