Menurut Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso, SH, kedua kegiatan operasi yang dilakukan oleh TNI AD tersebut tidak melibatkan pihak yang berwenang menurut Undang Undang yaitu Polri. Dua peristiwa intervensi aparat TNI dalam penegakan hukum di Kabupaten Solok, Sumatera Barat dan Di Medan, Sumatera Utara akan menimbulkan kekacauan dalam aspek tatanan hukum yang benar berdasarkan UU, selain dapat dinilai sebagai intervensi kewenangan penegakan hukum yang menjadi tupoksi Polri, juga akan berpotensi menimbulkan gesekan antara aparatur negara dilapangan.
Menurutnya, intervensi aparatur TNI dalam proses penegakan hukum juga akan menimbulkan ketidak pastian hukum serta ketidak adilan bagi masyarakat yang menjadi sasaran penertiban. Masyarakat yang menjadi sasaran penertiban tidak dapat membela dirinya secara hukum karena TNI bukan subjek hukum Praperadilan menurut KUHAP ketika tindakannya dinilai salah dalam penertiban, dan pengeledahan. Selain itu tindakan penegakan hukum oleh aparatur TNI ini menimbulkan ketidak pastian hukum karena proses penetiban sampai penggeledahan tidak dapat ditindak lanjuti keproses penuntutan di sidang pengadilan disebabkan pihak TNI tidak berwenang melakukan permintaan keterangan Pro Justisia dan melakukan pemberkasan perkara terhadap warga sipil yang diduga melanggar hukum. Praktek intervensi penegakan hukum oleh aparatur TNI ini juga berpotensi menyimpang selain hanya mendemontrasikan pendekatan kekuasaan semata. “Bahkan, yang telah dilakukan oleh TNI AD baik di Solok, Sumatera Barat dan di Medan, Sumatera Utara itu telah melanggar dua aturan perundang-undangan yakni pasal 30 UUD 1945, Tap MPR No VII tahun 2000” ujar Sugeng Teguh Santoso, SH.