Seperti diketahui, Ditjen Perpajakan meluncurkan Coretax agar pelaporan pajak bisa menjadi lebih mudah. Namun, dalam praktiknya, sistem Coretax ini tidak bisa bekerja secara maksimal.
Faktor selanjutnya adalah dari sisi perekonomian, salah satunya harga komoditas yang sudah terjun bebas dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya. “Itu yang akhirnya mendorong terjadi defisit. Dan defisit ini, juga hadir lebih awal, artinya di tahun lalu defisit itu baru di Mei 2024, sekarang lebih awal di Januari, dan ini merupakan defisit pertama di Januari sejak 2021. Saya kira ini harus menjadi catatan tersendiri apabila pemerintah ingin mengevaluasi kinerja APBN untuk ke depannya,” kata Yusuf.
Apakah defisit nantinya akan melebar? Yusuf menjawab, itu tergantung dari sikap pemerintah dalam menjalankan berbagai program prioritas dan efisiensi, apalagi dari sisi perekonomian yang kurang mendukung.
“Pelebaran defisit akan seberapa saya kira kita perlu menunggu dan melihat terlebih dahulu. Tetapi yang perlu diantisipasi adalah faktor perekonomiannya. Mungkin di awal faktor seperti musiman, Ramadan dan lebaran, bisa mendongkrak penerimaan, tetapi setelah itu yang perlu dipikirkan adalah kalau tidak ada dorongan perekonomian itu juga akan ikut mempengaruhi penerimaan secara umum sehingga ini yang akan mempengaruhi defisit yang berpotensi melebar dibandingkan dengan target yang sudah ditentukan sebelumnya,” pungkasnya. (tim)