Dalam konteks Pasar Modal Wija mendorong dilakukannya transformasi dan reformasi yang serius, seperti beberapa kali dilakukan terhadap sektor perbankan kita. “Melihat potensinya yang besar bagi upaya mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, sudah bukan saatnya lagi Pasar Modal seperti dianaktirikan lagi,” katanya.
Muncul pula kekhawatiran akan potensi krisis seperti yang terjadi pada tahun 1998, namun Wijayanto menegaskan perlunya melihat karakteristik krisis yang berbeda. Tahun 2025 diperkirakan menjadi masa yang penuh tekanan dari sisi eksternal. Jika krisis benar terjadi, penyebab utamanya bukan berasal dari dalam negeri, tetapi dari luar negeri, dengan dampak yang merata ke seluruh dunia. Kendati demikian, situasi politik domestik dinilai tetap stabil dan sektor perbankan relatif kuat. Namun, jika tidak ada langkah antisipatif yang tepat, Indonesia bisa saja terdampak skenario krisis mirip subprime mortgage krisis 2010, yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi melambat.
“Oleh karena itu, pemerintah harus segera melakukan perbaikan kebijakan ekonomi dan melakukan kalibrasi terhadap program-program besar agar lebih sesuai dengan kondisi riil perekonomian Indonesia,” tutup Wijayanto. (tim)