Sebagai pembanding, Oki menyoroti bahwa Vietnam memiliki ketergantungan ekspor yang jauh lebih tinggi terhadap AS, yakni sekitar 30% dari GDP-nya, sementara Singapura bahkan memiliki total ekspor yang setara dengan 100% dari GDP mereka. “Indonesia memiliki struktur ekonomi yang lebih tertutup (more closed economy), dengan ekspor hanya 19% dari PDB dan hanya 2% di antaranya ditujukan ke pasar AS. Ini membuat Indonesia lebih resilien terhadap gejolak eksternal,” jelasnya.
Namun demikian, ketidakpastian (uncertainty) global tetap menjadi perhatian utama. Setelah pengumuman kebijakan tarif, pasar Indonesia sempat mengalami koreksi hingga 8%. Meski masih lebih baik dibandingkan Vietnam, Singapura, bahkan pasar AS sendiri, efek dari ketegangan dagang tetap menjadi sentimen negatif yang perlu diwaspadai, terutama karena dampaknya terhadap ekspor ke China.
Oki juga menekankan pentingnya menjaga persepsi internasional terhadap netralitas dan stabilitas Indonesia dalam iklim geopolitik yang penuh ketidakpastian ini. Menurutnya, kunci utama untuk memperkuat daya tahan ekonomi nasional adalah dengan memperdalam pasar keuangan domestik (market deepening), sebagaimana selalu disampaikan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.