Kemendagri juga menekankan pentingnya penguatan peran pemerintah daerah agar produk hukum daerah tidak terlalu banyak, namun tidak aplikatif. Upaya ini juga sejalan dengan target peningkatan Indeks Kepatuhan Daerah dalam penyusunan dan implementasi Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Kementerian Kesehatan, dr. Benget Saragih, Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau menekankan bahwa PP No. 28 Tahun 2024 menjadi langkah konkret menghadapi lonjakan konsumsi rokok konvensional maupun elektronik, terutama di kalangan anak-anak dan remaja.
Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, DIY tercatat sebagai provinsi dengan prevalensi perokok anak tertinggi kedua di Indonesia. “Enam dari sepuluh anak terpapar asap rokok di rumah, dan satu dari dua anak terpapar di lingkungan sekolah,” ungkap dr Benget.
Lebih lanjut, dr. Benget menyoroti tantangan dalam implementasi KTR yang belum optimal di berbagai daerah. “Kebijakan KTR ini tidak boleh berhenti di level pemerintah pusat saja. Daerah juga harus bergerak aktif, karena ranah implementasinya ada di sana,” tegasnya seraya mengingatkan bahwa penguatan komitmen pemerintah daerah menjadi kunci keberhasilan regulasi ini.