Dia juga menyoroti pentingnya kandungan gizi dan menu makanan perlu disesuaikan dengan khas makanan dari daerah sasaran. Hal tersebut guna memudahkan adaptasi masyarakat dalam program ini, sehingga tidak menghilangkan konteks budaya terkhusus pada sektor makanan.
“Indonesia punya kekayaan pangan luar biasa, pada daerah-daerah pesisir laut, prioritas menu makanan mereka mungkin adalah ikan, sedangkan di wilayah pedalaman, sumber karbohidrat bisa saja bukan nasi melainkan ubi, kentang, atau sagu. Menu harus relevan dengan konteks lokal,” ujsrnya.
Menurut Survey Kesehatan Indonesia pada tahun 2023 (SKI 2023), saat ini prevalensi stunting pada anak di Indonesia mencapai angka 21,6%. Data ini menunjukkan 1 dari 5 anak Indonesia terkena stunting. Hal ini tentu menjadi permasalahan terutama menjadi faktor penghambat mencapai Indonesia Emas 2045.
Nalsali menegaskan, keberhasilan program ini sangat bergantung pada keterlibatan keluarga dan lingkungan rumah. Dia mendorong orang tua agar tidak hanya mengandalkan program ini, tetapi juga menjaga pola makan sehat di rumah dan menciptakan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang anak, termasuk menjauhkan anak dari paparan asap rokok.