IPOL.ID – Ketua DPRD Kota Bogor, Atang Trisnanto meraih gelar Doktor setelah dinyatakan lulus dalam sidang terbuka promosi Doktor dari program doktoral Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Rabu (15/3).
Sidang terbuka Promosi Doktor Atang Trisnanto digelar di Ruang Sidang Sylva Fakultas Kehutanan IPB University.
Pria yang akrab dipanggil Kang Atang mengaku bahwa penyelesaian pendidikan S3-nya di IPB bukanlah perjalanan yang mudah. Dirinya harus dapat membagi waktu antara penyelesaian disertasi dengan tugas dan kewajiban sebagai Ketua DPRD.
“Sebuah proses perjalanan tidak mudah. Seringkali harus begadang dan membagi konsentrasi dengan tugas dan kewajiban tanggung jawab sebagai Ketua DPRD. Berusaha keras untuk belajar, membaca ratusan literatur jurnal, bolak-balik perbaikan, menulis secara sistematis dengan logika berpikir ilmiah, menemukan novelty atau kebaruan,” tutur Atang, Kamis (16/3).
Bahkan saat sedang asyik menulis, tiba-tiba ada keperluan masyarakat harus di advokasi. “Sedang konsern rapat, turun ke masyarakat juga, tiba-tiba kepikiran disertasi,” kenang Atang tersenyum.
Tak lupa, dirinya juga berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan support dan bantuannya selama ini, terutama para pembimbing dan keluarga.
Dalam penyusunan disertasinya, Atang dibimibing oleh Pakar Ekowisata, Ir Rinekso Soekmadi, Pakar Arsitektur Pekarangan Prof Ir Hadi Susilo Arifin, dan pakar sistem modelling Prof Ir Bambang Pramudya.
“Terima kasih sebesar-besarnya kepada para pembimbing yang telah sabar memberi arahan dan dorongan. Kepada para sahabat yang turut membantu mengumpulkan data dan literatur. Begitu juga kepada istri dan anak-anak tercinta. Pengertian, motivasi, dan supportnya sangat luar biasa. Hanya Allah bisa membalasnya,” ucap Atang.
Disertasi tentang Pekarangan
Pada sidang promosi terbuka ini, Atang membawakan judul disertasi “Desain Kebijakan Pemanfaatan Pekarangan sebagai Kawasan Agrowisata”.
Dia menilai bahwa pekarangan yang dimiliki setiap rumah tangga, sekecil apapun, seharusnya dapat dimanfaatkan untuk pelestarian lingkungan, budaya, dan sekaligus nilai tambah ekonomi keluarga.
Penelitian tentang pekarangan selama ini lebih banyak diarahkan pada fungsi pangan. Untuk itu, Atang berhasil mempertahankan novelty (kebaruan) disertasinya melalui konsep kawasan agrowisata berbasis pekarangan. Dia meneliti model pekarangan yang dimanfaatkan untuk kegiatan agrowisata di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
“Banyak temuan di lapangan bisa dijadikan acuan bagi Pemerintah Daerah untuk bisa menjadikan pekarangan setiap rumah tangga bernilai lebih, baik dari sisi ekologi, sosial, budaya, dan ekonomi. Melalui pemanfaatan pekarangan sebagai kawasan agrowisata, diharapkan pelestarian lingkungan di unit terkecil masyarakat dapat berjalan sekaligus menghasilkan nilai tambah ekonomi keluarga,” katanya.
Dalam salah satu bahasannya, Atang menemukan enam faktor pendorong (driven factors) keberhasilan pemanfaatan pekarangan sebagai obyek dan daya tarik agrowisata melalui analisis interpretative structural modelling (ISM).
Keenam faktor itu yaitu melestarikan kearifan budaya lokal, regulasi sektoral, kebijakan pemerintah daerah dalam pengembangan kawasan, pembiayaan bagi pengembangan agrowisata, peningkatan pengetahuan serta keterampilan SDM lokal, dan model kelembagaan merangsang partisipasi masyarakat.
Atang menjelaskan, disertasinya tersebut dapat dimanfaatkan di Kota Bogor dan Pemerintah Daerah di berbagai wilayah di Indonesia dalam memaksimalkan fungsi dan pekarangan yang dimiliki oleh setiap rumah tangga.
“Disertasi saya lokasi penelitiannya di Banyuwangi, namun sangat bisa diterapkan dan menjadi masukan semua Pemerintah Daerah karena memiliki tujuan pelestarian lingkungan, budaya, dan sekaligus nilai tambah ekonomi keluarga,” papar Atang.
Menurutnya, setiap keluarga tentu memiliki pekarangan yang bisa dimanfaatkan untuk dikembangkan.
“Hal kecil terkadang luput dari pantauan (pekarangan-red), namun bisa kita jadikan sarana pengungkit ekonomi keluarga, sekaligus pencapaian lingkungan nyaman melalui pelestarian lingkungan, sosial, budaya, dan kearifan lokal. Semoga dapat diimplementasikan,” tukasnya.
Sekadar diketahui, Atang merupakan salah satu diantara sekian alumni yang pendidikan S1, S2, hingga S3-nya dihabiskan di kampus IPB. Atang tercatat sebagai mahasiswa dari Kampus Rakyat (sebutan Kampus IPB-red) sejak Tahun 1997 ketika krisis moneter terjadi.
Dia menyelesaikan pendidikan sarjananya pada Fakultas Kehutanan IPB dengan nilai membanggakan dan pernah terpilih sebagai Mahasiswa Berprestasi ke-3 tingkat Fakultas Kehutanan.
Selama kuliah S1, dia juga terkenal sebagai seorang aktivis mahasiswa. Atang pernah ditunjuk sebagai Ketua BEM Fakultas Kehutanan dan terpilih sebagai Presiden Mahasiswa IPB pada periode berikut. Di 2010, dirinya melanjutkan studi S2 pada Magister Ilmu Ekonomi IPB. Terakhir, dirinya berhasil menyelesaikan studi S3 pada program studi Ilmu Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan.
“Alhamdulillah, segala puji dan syukur hanya kepada Allah SWT. Atas ridho dan kuasaNya, saya bisa menyelesaikan pendidikan Doktoral di IPB. Semoga ilmu yang didapatkan bisa bermanfaat untuk masyarakat, lingkungan, bangsa, dan negara,” pungkas Atang. (Joesvicar Iqbal/msb)