Pusat perusahaan itu di Dallas, Texas. Tapi punya cabang di mana-mana. Pernah punya cabang sampai 5.000 –termasuk sampai ke Eropa. Lalu di masa persewaan bisa beralih ke online GameStop mengalami kemunduran. Mundur terus. Lalu menyatakan bangkrut.
Pemegang saham pun berganti. Ganti pula direksi. Belum sempat maju, sudah sulit lagi. Hampir bangkrut lagi.
Tiga tahun lalu GameStop rugi sekitar Rp 100 miliar. Lalu tahun 2019 rugi lagi ratusan miliar rupiah. Tahun 2020, di saat pandemi, lebih sulit lagi. Beberapa cabang persewaan itu sering digerebek polisi. Dianggap melanggar protokol kesehatan. Kerugian tahun 2020 mencapai lebih Rp 1 triliun. Hampir saja direksi dan pemegang sahamnya menyerah. Untuk ketiga kalinya.
GameStop adalah perusahaan publik –40 persen sahamnya dimasukkan pasar modal.
Dengan kondisi perusahaan seperti itu harga sahamnya merosot terus. Pernah tinggal 2 dolar/lembar.
Rupanya murahnya harga saham GameStop diketahui para pemain saham. Mereka pun siap memborongnya. Dengan jumlah yang sudah mereka hitung. Yang bisa memengaruhi harga saham di Wall Street.