Akademisi Universitas Al Azhar itu, menduga lambannya penetapan tersangka kasus itu karena kendala alat bukti minim. Sehingga, penyidik masih berkutat pada pemeriksaan saksi-saksi untuk mendapat bukti cukup. Tidak ada alasan, Kejagung harus membeber kepada publik ihwal belum adanya penetapan tersangka ketiga kasus tersebut. ”Kalau karena faktor belum cukup alat bukti, perlu ada penjelasan kepada publik. Sehingga tidak muncul spekulasi opini. Selain itu, Sprindik khusus perlu segera dikeluarkan untuk mendukung administrasi penyidikan,” tegas Suparji.
Sementara itu, peneliti Indonesia Justice Watch (IJW) Akbar Hidayatullah menduga lambannya penetapan tersangka lantaran faktor pandemi Covid-19. ”Wah, mudah-mudahan ini hanya karena situasi pandemi. Di mana, mengakibatkan seluruh sektor dibatasi ruang gerak dan aktifitasnya,” ucap Akbar.
Meski begitu, ia berharap, Kejagung terbuka kepada publik mengenai progress ketiga kasus korupsi tersebut. Seperti halnya Kejagung terbuka dalam mengusut dugaan korupsi PT Asabri senilai Rp 23,7 triliun. ”Saya kira kejagung sudah cukup sibuk mengungkap Asabri. Kita berharap publik dapat penjelasan transparan mengenai progress penyidikan tiga perkara korupsi tersebut,” harap Akbar.