indoposonline.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah gencar mengusut kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asabri. Namun, ada tiga kasus lain diduga penyidikannya terbengkalai oleh korps adhyaksa itu.
Ketiga kasus itu, dianggap terabaikan lantaran belum ada penetapan tersangka meski penyidikan sudah berlangsung cukup lama. Antara lain, kasus pengelolaan keuangan dan dana investasi BPJS Ketenagakerjaan, kasus proyek Pembangunan Jalur Transmisi 275 KV Gardu Induk Kiliranjao-Gardu Induk Payakumbuh pada PT PLN Unit Induk Pembangunan (UIP) Medan Tahun 2016-2017, dan kasus perpanjangan Kerja sama Pengoperasian dan Pengelolaan Pelabuhan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II berupa Kerja sama Usaha dengan PT Jakarta Internasional Container Terminal (JICT).
Berbeda dengan kasus Asabri, Kejagung sudah menetapkan delapan tersangka. Kemudian disusul penyitaan sejumlah aset bernilai fantastis. Nah, ketiga kasus ini masih berkutat pada pemeriksaan saksi-saksi.
Menanggapi itu, pakar hukum pidana Suparji Ahmad mengaku heran ketiga kasus itu belum ada tersangka meski sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan oleh Kejagung. ”Pada tahap penyidikan seharusnya sudah ditemukan cukup alat bukti untuk menentukan tersangka. Apalagi proses hukum sudah berjalan cukup lama. Hendaknya Kejagung memproses dengan cepat seperti kasus korupsi Asabri,” tutur Suparji, saat dihubungi indoposonline.id, Jumat (12/2/2021).
Akademisi Universitas Al Azhar itu, menduga lambannya penetapan tersangka kasus itu karena kendala alat bukti minim. Sehingga, penyidik masih berkutat pada pemeriksaan saksi-saksi untuk mendapat bukti cukup. Tidak ada alasan, Kejagung harus membeber kepada publik ihwal belum adanya penetapan tersangka ketiga kasus tersebut. ”Kalau karena faktor belum cukup alat bukti, perlu ada penjelasan kepada publik. Sehingga tidak muncul spekulasi opini. Selain itu, Sprindik khusus perlu segera dikeluarkan untuk mendukung administrasi penyidikan,” tegas Suparji.
Sementara itu, peneliti Indonesia Justice Watch (IJW) Akbar Hidayatullah menduga lambannya penetapan tersangka lantaran faktor pandemi Covid-19. ”Wah, mudah-mudahan ini hanya karena situasi pandemi. Di mana, mengakibatkan seluruh sektor dibatasi ruang gerak dan aktifitasnya,” ucap Akbar.
Meski begitu, ia berharap, Kejagung terbuka kepada publik mengenai progress ketiga kasus korupsi tersebut. Seperti halnya Kejagung terbuka dalam mengusut dugaan korupsi PT Asabri senilai Rp 23,7 triliun. ”Saya kira kejagung sudah cukup sibuk mengungkap Asabri. Kita berharap publik dapat penjelasan transparan mengenai progress penyidikan tiga perkara korupsi tersebut,” harap Akbar.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengakui belum menetapkan tersangka dari tiga kasus dugaan korupsi tersebut. Saat ini, Kejagung fokus mencari alat bukti dan fakta hukum. ”Penyidik tengah mencari bukti dan fakta hukum,” Leo.
Sayangnya, ia belum dapat memastikan kapan akan menetapkan tersangka dari ketiga kasus melibatkan BUMN tersebut. (ydh)