Sama seperti Barita, Suparji juga meminta penegak hukum teliti saat menangani kasus pertanahan. Karena dia yakin, semua pihak sebenarnya bisa menelusuri terbitnya sertifikat tanah palsu yang merupakan bukti kepemilikan tanah bagi orang yang tidak berhak.
Dikatakan Suparji, sangat mungkin kasus pertanahan, seperti di sengketa tanah Cakuny, melibatkan oknum-oknum dari pihak-pihak terkait. Alasannya, mafia tanah selama ini tidak mudah dideteksi, apalagi diberantas.
“Semangat memberantas mafia tersebut harus otentik alias nyata, sekarang adalah momentum yang baik untuk merealisasikannya,” ujar Suparji.
Komitmen Bersama
Supardji juga berpendapat, komitmen pemberantasan mafia tanah oleh pemerintah adalah tugas bersama para penegak hukum, baik Polri, Kejaksaan, bahkan lembaga peradilan.
“Tidak bisa hanya membebankan pada Polri, semua harus berkolaborasi dan sinergi termasuk lembaga peradilan,” ujarnya.
Sementara itu, Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan ATR/BPN Agus Wijayanto mengakui, tanpa kerja sama dengan pihak kepolisian, kejahatan pertanahan akan lama atau sulit terungkap. Sebaliknya, dengan kerja sama dengan Polri, maka masalah pidananya bisa diselesaikan.