“Seharusnya belum itu yang dipersoalkan BPOM,” ujar tim peneliti itu. “Kalau mau disiplin prosedur, seharusnya yang dipersoalkan adalah apakah ada efek samping atau tidak,” tambahnya.
Uji coba tahap 1 adalah uji coba yang tujuannya fokus ke efek samping. Belum ke efektif atau tidak. “Sepanjang diketahui tidak ada efek samping maka izin uji coba tahap 2 harus diberikan,” katanya.
Barulah kelak, di uji coba tahap 2, boleh dipersoalkan hasilnya: efektif atau tidak. Kalau tidak efektif jangan diberi izin untuk melakukan uji coba tahap 3. “Para ahli kami sendiri sepakat, kalau tidak efektif kami sendiri yang menghentikan. Tidak usah BPOM,” katanya.
Saya pun bisa menerima penjelasan itu. Perasaan telah dibohongi pun sudah saya hilangkan.
Demikian juga soal keterlibatan RSPAD. Itu, katanya, soal teknis dan kemampuan peralatan. RSPAD-lah yang mempunyai peralatan yang sejajar dengan teknologi vaksin Nusantara.
Itu pula sebabnya Komisi IX DPR melangkah lebih nyata lagi. Yakni desakan agar uji coba fase 2 itu harus sudah tuntas sebelum tanggal 17 Maret 2021.