“Oleh karena itu, harus ada effort dari operator untuk menyediakan uang kembalian sebagai antisipasi pengguna yang menarik sisa dana,” jelas Tulus.
Usulan kedua, lanjut Tulus, tidak hanya konsumen sebagai pengguna yang harus adaptif. Tapi operator pun mesti solutif dan adaptif. Bukan hanya melihat dari sisi kemudahan operator tapi mengabaikan sisi konsumen sebagai pengguna;
Yang ketiga, jelas Tulus, di negara-negara yang sistemnya sudah lebih baik pun, tiket eceran tetap ada. Misalnya di Singapura, untuk tiket MRT kita bisa memilih tiket jangka pendek yang berlaku beberapa hari saja.
“Tiket kertas, bisa diisi ulang, dan dana bisa direfund,” jelasnya.
Yang keempat terang Tulus, Harga kartu KMT Rp 30 ribu, harga jaminan THB 10 ribu, ini mahal sekali. Dibandingkan dengan harga kartu di Singapura yang hanya beberapa sen saja. Padahal harga asli kartu KMT dan THB tidak semahal itu.
“Hal ini patut diduga KCI sengaja mendapatkan penghasilan dari jualan kartu. Padahal core business nya adalah menjual jasa transportasi. Tidak etis jika menangguk pendapatan dari dengan bisnis kartu,” jelasnya.