“Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme, perbuatan korupsi yang terdakwa dilakukan saat terjadi bencana nasional yaitu COVID-19. Hal yang meringankan, terdakwa menyesali perbuatan,” tambah jaksa Azis.
KPK juga menolak permohonan Harry untuk ditetapkan sebagai pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum atau “justice collaborator”.
“Penuntut umum berkesimpulan status ‘justice collaborator’ belum dapat diberikan dalam perkara a quo karena terdakwa belum memberikan keterangan yang sangat signifikan terkait perbuatan atau peran orang lain,” kata JPU Ikhsan Fernandi.
Dalam perkara ini, Harry dinilai terbukti menyuap Juliari P Batubara senilai total Rp 1,28 miliar terkait penunjukkan PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude (MHS) sebagai penyedia bansos sembako COVID-19 tahap 1, 3, 5, 6, 7, 8, 9 dan 10 yang seluruhnya sebanyak 1.519.256 paket.
Suap diberikan melalui dua anak buah Juliari yaitu Matheus Joko Santoso selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako COVID-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kemensos periode April-Oktober 2020 dan Adi Wahyono selaku Kabiro Umum Kemensos dan PPK pengadaan bansos sembako COVID-19 periode Oktober-Desember 2020.