indoposonline.id – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia, Mahfud MD menyelenggarakan halalbihalal secara virtual dengan para menteri, kepala lembaga negara, dan sejumlah duta besar, Jumat (14/5/2021).
Pada kesempatan tersebut, Menko Polhukam turut bercerita soal sejarah Lebaran di Indonesia.
Budaya Lebaran, tutur Menko Polhukam, dimulai di era Syekh Makdum yang lebih dikenal dengan nama Sunan Bonang. Setiap selesai Ramadan dan Idulfitri, Sunan Bonang mengumpulkan para santri dan warga kampung. Sunan Bonang lalu berkata pada hadirin bahwa jika seseorang berpuasa dengan baik, maka seluruh dosanya akan diampuni oleh Allah. Orang itu kembali bersih, kembali fitri.
“Namun itu untuk dosa melanggar peraturan-peraturan Allah yang menjadi hak Allah. Tidak akan diampuni dosa kita, dan akan ditagih di akhirat kelak, kalau dosa sesama manusianya tidak di-tabayyun, tidak saling minta maaf, dan saling memberi maaf,” lanjut Menko Polhukam merekonstruksi perkataan Sunan Bonang.
Lalu Mbah Makdum atau Sunan Bonang juga mengajak santri-santrinya setiap hari Lebaran untuk membuat ketupat. Ketupat adalah nasi yang dibungkus daun kelapa yang masih muda. Sunan Bonang, kata Menko Polhukam, menjadikan ketupat itu sebagai simbol jatining nur (janur). Jatining nur adalah kondisi hati yang bersih karena sudah berpuasa.
“Ketupat juga disebut kupat, kalau dalam bahasa Jawa, kupat itu ngaku lepat, mengaku salah, dan meminta maaf. Kalau sudah punya hati yang bersih, jatining nur, dan sudah ngaku lepat, maka kamu akan mengalami apa yang dinamakan laku sing papat,” papar Menko Polhukam.
Laku sing papat memiliki arti empat keadaan. Keempatnya adalah lebar, lebur, luber, dan labur. Lebar artinya Lebaran atau selesai berpuasa. Lebur itu habis dosa, lebur dosanya, tak ada lagi dosa. Lalu luber, artinya memiliki pahala banyak karena banyak sedekah dan beramal. Lalu labur yang berarti bersinar mendapat cahaya dari Allah.
“Itulah intinya kenapa kita mengadakan Lebaran, mengadakan halalbihalal. Sehingga kalau misalnya saya punya salah pada saudara siapa pun yang ada di sini, ada Kepala BIN, ada Kabareskrim, ada Menkominfo dan sebagainya, saya mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya, sekaligus dalam pertemuan ini kita saling memberi maaf juga agar kita masuk ke laku sing papat: lebar, lebur, luber, dan labur,” kata Menko Polhukam.
“Tanpa itu, kita akan membawa dosa ke alam sana ketika kita kembali menghadap Allah. Maka kalau kita tidak saling minta maaf, itu akan dibawa ke akhirat dan akan ditagih, akan terjadi kompensasi pahala dan dosa. Yang pahalanya banyak jadi berkurang, yang dosanya sudah banyak ditambah dosa orang lain yang ditimpakan ke dia, demikian menurut hadis Nabi yang diriwayatkan Abu Hurairah,” lanjut Menko Polhukam.
Kesimpulannya, kata Menko Polhukam, Lebaran adalah budaya Islam di Indonesia, bukan ajaran Islam primer. Pasalnya, di Alquran maupun hadits Nabi, tidak ada perintah melakukan Lebaran dan halalbihalal.
“Tapi dalam Islam, ada ajaran bahwa jika sebuah adat istiadat dan budaya yang baik dikembangkan, maka dia berpahala, karena budaya ini dikembangkan dari dalil tentang silaturahim, dalil tentang saling memaafkan,” tutur Mahfud MD.
Pejabat yang mengikuti halalbihalal virtual ini antara lain Menlu Retno Marsudi, Menkominfo Johnny G Plate, Jaksa Agung, Wakil Menteri Pertahanan, Wakil Menkumham, Duta Besar Indonesia untuk Denmark, dan Duta Besar Indonesia untuk Lithuania.
Halalbihalal virtual turut diikuti para pejabat internal Kemenko Polhukam. Pada kesempatan itu, Sekretaris Kemenko Polhukam, Letjen TNI Tri Soewandono mewakili jajaran pejabat dan pegawai Kemenko Polhukam memberikan ucapan selamat Idulfitri, sekaligus ucapan selamat ulang tahun pada Mahfud MD yang bertepatan dengan tanggal Idulfitri tahun ini.
“Banyak yang kami contoh dari Bapak Menko, karena jam terbang Bapak dalam perpolitikan ini tinggi, sehingga kami harus menyesuaikan jam terbang juga. Dengan kerja sama yang baik, dukungan eselon satu dan dua, sehingga kami bisa menjalankan perintah-perintah Bapak demi menjalankan tugas-tugas negara,” kata Tri Soewandono dikutip Antara
Sesmenko juga memanfaatkan momentum ini untuk memberikan laporan singkat terkait kinerja umum jajaran Kemenko Polhukam. Yang terbaru, untuk pertama kalinya yakni di tahun ini, Kemenko Polhukam mengalami zero temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Selama ini, kata Tri, Kemenko Polhukam memang sudah mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian atau WTP, namun tetap ada temuan-temuan. “Kali ini BPK sampai bingung, ngecek tidak ada temuan,” tutur Sesmenko. (tim)