Oleh: DAHLAN ISKAN
SEBELUM menemukan ”rujak pare dan sambal jombrang”, Harjanto Halim pernah mencoba cara lain: lewat pementasan seni.
Itu terjadi tahun 2014. Untuk memperingati kerusuhan Mei yang ke-15. Sekalian Hari Kebangkitan Nasional.
Lakon yang dimainkan adalah Putri Cina —diambil dari novel karya Romo Sindhunata.
Bintang utamanya adalah ini: Soimah. Yang waktu itu belum sebeken sekarang. Soimah masih tergabung di salah satu grup ketoprak dari Jogja.
Pertunjukan itu, kata Harjanto —ia ini kerabat mantan Menko Kwik Kian Gie— sukses sekali. Halaman kelenteng terbesar di Semarang sampai penuh.
Tapi, Harjanto merasa sulit untuk membuatnya langgeng. Ia pun ingat hari raya Bakcang. Yang terus dirayakan sampai sekarang. Padahal, peristiwa yang diperingati itu terjadi 2.300 tahun yang lalu.
Sampai pun orang tidak tahu lagi: peristiwa apa di balik hari raya Bakcang itu. Pokoknya, tiap tanggal 5, bulan 5, tahun Imlek, orang Tionghoa harus membuat —atau membeli— bakcang. Untuk dimakan. Yakni, nasi yang dibungkus daun dan diikat kuat-kuat itu. Yang di dalamnya ada daging babi —sekarang banyak bakcang berisi daging ayam atau ikan.