Kalau ini terjadi, kata Yusril, mestinya bisa saja Mahkamah Konstitusi kembali memerintahkan PSU dilakukan lagi di tempat yang sama.
“Kalau kita simak Putusan Mahkamah Konstitusi tentang perselisihan hasil Pilkada Labuhanbatu, amar utamanya adalah memerintahkan PSU di beberapa TPS. Hasilnya langsung diumumkan dengan cara menggabungkannya dengan hasil suara yang tidak dibatalkan Mahkamah Konstitusi tanpa harus melaporkan hasil penggabungan tersebut ke Mahkamah Konstitusi,” terangnya.
Adapun fakta yang terjadi sekarang, kata Yusril, Ini beda dengan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya yang mewajibkan KPU setempat untuk melaporkan hasil PSU ke Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi menetapkan perolehan suara akhir. “Jadi sampai dengan dilaksanakannya Pleno Rekap PSU oleh KPU Labuhanbatu, tidak ada yang salah di sana,” imbuhnya.
Tetapi, kata dia, pleno untuk menetapkan paslon pemenang bisa jadi masalah karena hasil PSU didaftarkan menjadi perselisihan di Mahkamah Konstitusi.
“Alasan yang I‹ami dengar, pleno penetapan paslon pemenang itu telah tercantum dalam jadwal dan tahapan PSU yang telah ditetapkan di sana. Kami berpendapat penetapan jadwal dan tahapan itu kurang bijak, karena tidak mempertimbangkan kemungkinan akan adanya perselisihan di Mahkamah Konstitusi.”