indoposonline.id – Putusan Pengadilan Tinggi Bandung yang meringankan 6 terpidana kasus sabu 402 kilogram hingga lolos dari hukuman mati menjadi sorotan publik.
Untuk diketahui, enam terpidana kasus narkoba jaringan internasional telah divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Cibadak. Namun putusan itu diringankan oleh Pengadilan Tinggi Bandung menjadi 20 tahun penjara.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan, keputusan hukuman terhadap pada terdakwa kasus narkoba tersebut dinilai dapat mencoreng keadilan masyarakat. “Perubahan (meloloskan) vonis mati merupakan perubahan yang dirasakan tidak adil dan tidak memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat. Kalo saja perubahan itu menjadi seumur hidup masih bisa dimengerti,” kata Fickar kepada wartawan, Senin (28/6).
Fickar menuturkan, vonis mati yang ditetapkan oleh PN Cibadak terhadap para terdakwa kasus narkoba sudah tepat. Sebab sesuai keadilan sesuai dalam undang-undang (UU) dan bahaya peredaran narkoba bukan hanya dapat merusak perorangan, melainkan generasi masyarakat.
“Bahkan tidak mustahil bisa menghancurkan dan menghilangkan satu generasi (lost generation). Artinya putusan tingkat pertama selain telah sesuai dengan strafmat (hukuman) yang ditetapkan Undang-Undang juga sesuai dengan rasa keadilan dalam masyarakat,” papar Fickar.
Fickar menambahkan, meski eksistensi vonis mati masih menjadi polemik, hukuman tersebut menjadi langkah positif di Indonesia. “Karena itu hukuman mati tersebut juga bisa dipandang sebagai cerminan rasa keadilan masyarakat atas sebuah perbuatan yang keji, karena bisa merugikan dari generasi ke generasi,” pungkasnya. (msb/ibl)