indoposonline.id – Direktur Eksekutif Indonesia Justice Watch (IJW), Akbar Hidayatullah mengaku prihatin dengan hukuman yang dijatuhkan kepada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo. Diketahui dalam sidang putusan perkara suap izin ekspor benih lobster yang digelar PN Tipikor Jakarta, Kamis (15/7), Edhy divonis lima tahun penjara.
Vonis tersebut dinilai terlalu ringan untuk korupsi yang dilakukan pejabat sekelas menteri tersebut. “Ya sebetulnya memprihatinkan kalau hanya divonis lima tahun penjara,” ujar Akbar saat berbincang dengan indoposonline.id, Sabtu (17/7).
Menurutnya, putusan hakim yang memvonis ringan Edhy Prabowo seakan melupakan bahwa tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa atau extraordinary crime. “Seperti bukan extraordinary crime korupsi ini,” ketus Akbar.
Untuk itu, Akbar pun meminta kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK untuk mengajukan banding terhadap vonis lima tahun penjara yang dijatuhkan oleh hakim. Dengan harapan putusan banding lebih berat daripada putusan pengadilan tingkat pertama. “Sudah sepantasnya Jaksa banding atas putusan tersebut,” ujar dia.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis lima tahun penjara terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo. Edhy dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi ketika menjabat Menteri Perikanan dan Kelautan.
Secara rinci, Edhy dipidana penjara selama lima tahun dan denda Rp400 juta subsider enam bulan kurungan terkait perkara izin ekspor benih lobster.
Selain itu, Edhy juga dihukum dengan dicabut hak politiknya untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun. Edhy bahkan juga dihukum untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 9.687.447.219 miliar dan uang sejumlah US$ 77.000.(ydh)
Edhy Prabowo Divonis Lima Tahun, IJW Minta Jaksa Ajukan Banding
