indoposonline.id – Ditengah ledakan jumlah kasus baru Covid-19 yang sudah mencapai rekor 50ribu pada hari Rabu (14/7), Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) meminta agar umat Islam di Indonesia merayakan Hari Raya Idul Adha 1422 H dengan disiplin protokol kesehatan tinggi, mengingat perkembangan kondisi pandemi Covid-19 yang sedang melanda negeri.
Protokol yang dimaksud mencakup tatalaksana ibadah dan ritual yang diperkirakan akan memicu kerumunan massa, yang dikhawatirkan akan berdampak pada kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, khususnya di Pulau Jawa dan Bali.
“Marilah kita rayakan Hari Raya Idul Adha ini dengan disiplin dan protokol kesehatan ketat. Hendaknya ibadah kita semua akan membawa kemaslahatan bagi seluruh umat dan kita dapat segera melalui pandemi Covid-19 ini,” demikian pesan Sekretaris Ditjen Bimas Islam Kemenag RI, M. Fuad Nasar dalam acara Webinar bertema Mari Berqurban, Jangan Jadi Korban, yang diselenggarakan oleh Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) pada Rabu (14/7) siang.
Protokol kesehatan yang dimaksud oleh Fuad termasuk ritual perayaan Hari Raya Idul Adha khususnya di wilayah PPKM Darurat, seperti peniadaan takbiran, peniadaan Sholat Ied, hingga tatalaksana penyembelihan hewan kurban. Menurut Fuad Nasar, Pemerintah berharap seluruh pihak dapat bersama-sama menjamin agar tidak terjadi kerumunan pada saat prosesi penyembelihan hewan kurban. Khusus takbiran dan Sholat Ied, Kemenag RI sudah mengeluarkan edaran yang melarang pelaksanaan takbiran baik di mesjid, mushalla maupun takbiran keliling, serta meniadakan Sholat Ied baik di mesjid dan mushalla yang dikelola masyarakat, instansi, maupun perusahaan.
“Untuk daerah non PPKM Darurat kegiatan dapat dilakukan dengan protokol kesehatan ketat,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Tokoh Masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam Tengku Faisal Ali berpendapat, bahwa pelaksanaan ibadah dan ritual Hari Raya Idul Adha bergantung pada kondisi masyarakat masing-masing daerah. Dia mencontohkan, prosesi penyembelihan hewan kurban akan berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya karena alasan kearifan lokal. Namun dirinya sepakat, bahwa semua elemen masyarakat harus memiliki semangat yang sama untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 di tanah air.
“Untuk masyarakat Aceh sendiri, ada satu daerah di mana daging kurban sudah mulai dibawa pada saat masyarakat bersilaturahim. Untuk kondisi demikian, sangat dimungkinkan pengaturan distribusi daging kurban agar meniadakan kerumunan. Namun untuk daerah terpencil, dimana transportasi menjadi kendala, maka mau tidak mau panitia akan memanggil para pihak yang berhak, untuk menerima daging kurban di lokasi penyembelihan. Di sinilah diperlukan pengaturan yang ketat agar masyarakat tidak berkerumun,” kata Faisal Ali.
Sebelumnya, Kementerian Agama telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 17 Tahun 2021 tentang Peniadaan Sementara Peribadatan di Tempat Ibadah, Malam Takbiran, Shalat Idul Adha, dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kurban 1442 H di Wilayah PPKM Darurat.
Dengan aturan itu, penyelenggaraan malam takbiran baik di masjid atau mushala, takbir keliling, baik dengan arak-arakan berjalan kaki maupun dengan arak-arakan kendaraan ditiadakan. Demikian pula shalat Hari Raya Idul Adha 1442 H/2021 M baik di masjid atau mushala yang dikelola masyarakat, instansi pemerintah, perusahaan atau tempat umum lainnya juga ditiadakan. Untuk penyembelihan hewan kurban, Menag mengimbau agar dilakukan selama tiga hari, yaitu tanggal 11, 12, 13 Dzulhijah. (bas/msb)