Oleh : Dahlan Iskan
AKHIRNYA saya bertemu dengan orang yang sangat dekat dengan Heryanti, putri bungsu Akidi Tio –yang menyumbang Kapolda Sumsel Rp2 triliun itu.
Kemarin malam saya hubungi dia. Kemarin pagi saya ajak bicara lagi. Dia orang Padang yang lahir di Sumsel. Juga punya darah Langkat.
Dia cantik sekali. Pintar sekali. Menguasai bahasa Inggris, Prancis, Jerman, dan Belanda. Pekerjaannyi pun sangat terhormat –sekarang ini.
Suatu saat saya akan buka siapa Si Cantik itu: Anda pun akan bilang “Oh….dia!”. Anda tahu wanita itu. Hampir orang se-Indonesia juga tahu siapa suaminya.
Sehari sebelum bertemu Si Cantik, saya diliputi penuh keraguan: jangan-jangan sumbangan Rp2 triliun itu pepesan kosong. Betapa terbantingnya Kapolda Sumsel Irjen Pol Eko Indra Heri. Betapa terpukulnya masyarakat Tionghoa se-Indonesia.
Apalagi, dua hari lalu, saya mendapat info sinis ini: jangankan uang Rp2 triliun, bayar utang Rp3 miliar pun tidak bisa. Sudah bertahun-tahun. Setiap ditagih selalu dijawab sebentar lagi, tidak lama lagi, bulan depan, minggu depan, dan sebangsa itu.
Tangan saya pun gemetar ketika mendapat kepastian bahwa Heryanti memang punya utang itu. Yang belum terbayar itu. Bukan hoax.
Ditambah lagi begitu banyak pengusaha Tionghoa yang saya hubungi: semua tidak tahu siapa Aki –panggilan Akidi Tio. Lebih lagi ketika Prof Dr dr Hardi Darmawan tidak mau lagi menjawab telepon saya. Padahal beliau lah orang pertama yang dihubungi Heryanti. Untuk mengantarkannyi ke Kapolda –menyerahkan bantuan itu, secara simbolis.
Saya pun down: alangkah mengecewakannya bila semua itu pepesan kosong.
Maka saya terus bergerilya mencari sumber yang bisa diandalkan. Saya memang mendapatkan nomor telepon Heryanti tapi tidak berhasil saya kontak.
Sampailah akhirnya saya menemukan wanita cantik –dengan lima ”i” itu.
Si Cantik ternyata sangat kasihan pada Heryanti. Dua hari terakhir media mulai meragukan kebenaran sumbangannyi itu.
“Kenapa media begitu?” tanya Si Cantik kepada saya. Memang benar adanya, Si Cantik pernah memberi pinjaman Rp 3 miliar kepada Heryanti. Tapi tidak benar dia sampai stres akibat pinjaman yang tidak kunjung dikembalikan itu. Juga tidak benar suaminyi sampai meninggal akibat memikirkan uang itu.
Sang Suami –orang terhormat di Palembang dan sangat ganteng– memang meninggal akhir tahun lalu. Tapi akibat sakit jantung. Bukan karena stres memikirkan uang tersebut.
Boleh dikata, ketika Sang Suami memberikan pinjaman tersebut, hatinya gembira. Juga dengan perasaan pasti akan dibayar.
Pasangan pribumi Minang-Palembang itu memang sangat dekat dengan Heryanti yang Tionghoa. Termasuk dengan salah satu kakak Heryanti yang bernama Agwan.
Saking dekatnya sampai mereka punya usaha bersama. Kelak akan saya ceritakan bentuk usaha mereka itu.
Bagaimana mereka bisa berteman dekat?
“Heryanti itu orangnya sangat baik. Kami tidak merasa dia itu Tionghoa. Dia juga tidak merasa kami ini pribumi. Hubungan kami tidak tersekat soal ras. Heryanti itu sudah seperti pribumi,” ujar Si Cantik kepada saya.
“Jadi uang Rp2 triliun itu ada?” tanya saya.
“Ada. Mungkin paling lambat Senin lusa cair,” jawabnya.
“Dari mana Anda tahu Senin bisa cair?”
“Saya baru saja telepon Heryanti. Dia bilang begitu,” jawabnya.
“Jadi Anda bisa terus telepon ke Heryanti?”
”Bisa. Tidak ada masalah. Tadi malam pun saya telepon dia,” jawabnya.
“Bagaimana Anda bisa begitu optimistis uang itu pasti cair?”
“Saya percaya dia. Dia bilang begitu,” jawabnya lagi.
“Tapi dulu pun dia kan juga sering bilang ”bulan depan” atau ”minggu depan” …”
“Iya sih. Tapi kali ini bicaranya kan dengan kapolda. Mana bisa sembarangan,” jawabnya.
Bahwa utang itu belum terbayar, katanyi, bukan karena dia tidak mau membayar. Uangnya ada. Tapi masih di bank di Singapura.
Uang itu milik ayah Haryanti, Akidi Tio. Yang meninggal tahun 2009 lalu, di umur 89 tahun. Istri Aki meninggal empat tahun sebelumnya.
Uang itu hasil usaha Aki dengan partner bisnis di Singapura dan Hongkong. Mereka juga punya aset dalam bentuk gedung-gedung.
Ada cerita khusus bagaimana Heryanti sampai tahu bahwa ayahnyi punya uang di Singapura. Bahkan juga di Hongkong. Bagaimana dia bisa tahu, kelak juga akan saya ceritakan.
Yang jelas anak-anak Aki yang lain juga tahu soal uang di Singapura itu. Hanya saja mereka sudah ”putus harapan”. Uang itu tidak akan bisa dicairkan. Kalau toh bisa harus dengan usaha yang luar biasa dan biaya yang besar.
Dulu, suami Si Cantik rela meminjami Heryanti uang Rp3 miliar juga untuk biaya pengurusan uang besar itu.
Di antara tujuh bersaudara, tinggal Heryanti yang masih tidak mau menyerah. Dia terus berusaha mendapatkannya. Mungkin Heryanti mendapat kabar dari Singapura bahwa uangnya sudah bisa diambil –sehingga berani menghadap kapolda.
Si Cantik sendiri pernah ikut Heryanti ke Singapura. Dan ke Hongkong. Ikut mendampingi pengurusan itu. Dia dukung penuh Heryanti. Tidak sedikit pun ragu pada kebaikan Heryanti.
Sebagai wanita yang berpendidikan sangat-sangat tinggi –dan punya kemampuan bicara lima bahasa asing– Si Cantik yakin usaha Heryanti akan berhasil.
Mungkin Senin depan. Atau Senin depannya lagi…
—
Ada pertanyaan titipan dari pembaca wanita Disway: apakah benar foto wanita cantik, di dalam pesawat pribadi, yang mengenakan arloji Rp25 miliar, yang beredar luas di medsos, itu Heryanti?
“Hahaha…. Bukan! Heryanti itu orangnya sederhana, humble dan biasa-biasa saja,” jawab Si Cantik. (Dahlan Iskan)