“Kami sudah mencoba bertahan. Akhirnya tutup juga. Kami tutup yang terakhir,” ujar sang suami.
Dari keterangan itu jelaslah kita tidak punya lagi pabrik kontainer. Tapi siapa tahu keterangan itu salah. Siapa tahu masih ada yang tersisa. Atau jangan-jangan justru sudah ada pabrik baru.
Maka saya pun meneruskan membaca komentar Disway yang hampir 300 itu. Sekalian mencari calon ”pemenang tanpa tanda jasa” komentar Disway.
Kian membaca ke bawah kian lupa tujuan utama saya: mencari info kontainer. Saya terlena oleh komentar-komentar yang bikin saya tersenyum-senyum sendiri. Bahkan ada satu dua yang bikin tawa saya meledak.
Begitulah tiap hari. Saya sangat terhibur oleh komentar di Disway. Terutama karena perang cebong-kampretnya sudah kian reda.
Saya bangga di tengah perang medsos itu kita tidak kehilangan rasa humor. Itu penting. Jangan lupa bahagia. Apalagi sudah terlihat ada humor yang nadanya mengejek diri sendiri. Itu kemajuan besar. “Kemampuan menertawakan diri sendiri adalah puncak peradaban manusia” –jangan juga terlalu percaya kata-kata saya itu.