Wijayanto juga menyerahkan buku baru untuk hadiah ulang tahun emas itu. Judulnya: Demokrasi Tanpa Demos. Itu merupakan tulisan 100 ilmuwan terpilih. Termasuk lebih 10 orang Indonesianis dari banyak negara.
Di masa otoriter Orde Baru LP3ES telah jadi lembaga yang kritis. Mereka berhasil ikut melahirkan civil society. Mereka itulah yang kemudian menjadi penggerak reformasi. Terutama lewat majalah bulanan mereka yang menjadi lambang intelektualitas saat itu: Prisma. Di situlah dipublikasikan hasil-hasil penelitian independen LP3ES.
Reformasi ternyata memakan anaknya sendiri: LP3ES kehilangan relevansi pasca reformasi. Lembaga itu lantas kelihatan seperti vakum bertahun-tahun.
Tiga tahun lalu muncul pemikiran baru untuk mengaktifkan kembali LP3ES. Prof Dr Didik J. Rachbini terpilih sebagai pimpinan. Direkrutlah ilmuwan-ilmuwan muda. Salah satunya Wijayanto tadi –saat itu 35 tahun.
Begitu masuk LP3ES, Wijayanto mendirikan center yang dipimpinnya itu. Yang menerbitkan buku tadi. Yang melakukan penelitian tentang buzzer tadi.