Mirzam menyebutkan, ada tiga pemicu kenapa sebuah gunung api bisa meletus. Pertama, karena volume di dapur magmanya sudah penuh. Kedua, karena ada longsoran di dapur magma yang disebabkan terjadinya pengkristalan magma. Terakhir, di atas dapur magma.
Dia menambahkan,. faktor ketiga sepertinya yang terjadi di Gunung Semeru. “Jadi ketika curah hujannya cukup tinggi, abu vulkanik yang menahan di puncaknya baik dari akumulasi letusan sebelumnya, terkikis oleh air, sehingga gunung api kehilangan beban. Jadi meskipun isi dapur magmanya sedikit yang bisa dilihat dari aktivitas kegempaan yang sedikit (hanya bisa diditeksi oleh alat namun tidak dirasakan oleh orang yang tinggal di sekitarnya), Semeru tetap bisa erupsi,” jelasnya.
Dosen pada Kelompok Keahlian Petrologi, Vulkanologi, dan Geokimia, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) itu mengungkapkan, Gunung Semeru merupakan salah satu gunung api aktif tipe A.
Berdasarkan data dan pengamatan yang dilakukan, Mirzam berkesimpulan Gunung Semeru memiliki interval letusan jangka pendeknya 1-2 tahun. Terakhir tercatat pernah juga mengalami letusan di tahun 2020 juga di bulan Desember.