IPOL.ID – Untuk menyelamatkan Bumi yang tengah di landa dampak perubahan iklim, Divisi Ilmu Bumi NASA berencana melepaskan empat misi satelit pada tahun 2022. Misi ini akan memberikan pengamatan kondisi cuaca, debu mineral, lautan, dan air permukaan.
Misi TROPI
Misi ambisius yang pertama adalah TROPI yakni Time-Resolved Observations of Precipitation Structure and Storm Intensity with a Constellation of SmallSats. Enam cubesat TROPICS dijadwalkan dikirim ke luar angkasa pada Maret 2022 dengan roket Astra Space.
“Konstelasi TROPICS akan memberi para peneliti data setiap 60 menit dibandingkan setiap empat jam untuk satelit yang mengorbit kutub National Oceanic and Atmospheric Administration,” ungkap William Blackwell, peneliti utama TROPICS dan pemimpin kelompok asosiasi di Laboratorium Lincoln Institut Teknologi Massachusetts.
“Pandangan yang sering tentang badai akan meningkatkan perkiraan intensifikasi dan jalur ke mana badai akan pergi,” Itu akan membantu dalam manajemen bencana dan membantu orang keluar dari badai yang sangat parah ini.”
Sebuah TROPICS pathfinder cubesat NASA diluncurkan di bulan Juni dakam penerbangan rideshare SpaceX Transporter-2. Ini membantu para perencana misi mengkonfirmasi segalanya, mulai dari operasi instrumen hingga komunikasi dan pemrosesan data.
Debu Mineral
Investigasi Sumber Debu Mineral Permukaan Bumi, atau EMIT, adalah misi Ilmu Bumi kedua dalam agenda NASA di tahun 2022. EMIT dijadwalkan melakukan perjalanan ke Stasiun Luar Angkasa Internasional pada bulan Mei untuk dipasang pada platform eksternal.
“Dari sana, EMIT akan memberikan data untuk menutup kesenjangan pemahaman kita tentang pemanasan atau pendinginan debu mineral di Bumi sekarang dan di masa depan,” kata Robert Green, peneliti utama EMIT di NASA Jet Propulsion Laboratory.
Di daratan yang gersang, angin kencang mengangkat debu mineral ke atmosfer di mana ia dapat menyerap atau menyebarkan radiasi. Debu mineral penting untuk dipahami karena berperan dalam pembentukan awan dan pencairan salju.
Elemen ini bertindak sebagai pupuk untuk proses biologis di lautan dan hutan tropis. “Plus, itu berbahaya untuk bernafas dan merusak visibilitas,” kata Green mengingatkan.
Sistem Satelit Kutub
Pada bulan September, NASA dijadwalkan untuk meluncurkan Joint Polar Satellite System kedua NOAA pada roket United Launch Alliance Atlas 5 dari Vandenberg Space Force Base di California. Seperti pendahulunya Suomi NPP dan NOAA 20, JPSS akan dilengkapi dengan Visible Infrared Imaging Radiometer Suite yang dibuat oleh Raytheon, Ball Aerospace Ozone Mapping dan Profiler Suite, Advanced Technology Microwave Sounder dari Northrop Grumman dan Cross-track Infrared Sounder yang dibuat oleh L3Harris Teknologi.
“Satelit JPPS-2 dua, yang akan berganti nama menjadi NOAA 21 setelah diluncurkan, terintegrasi penuh dan menjalani pengujian,” timpal Satya Kalluri, ilmuwan program untuk Sistem Satelit Polar Gabungan NOAA.
Pantauan Siklus Air
Misi terakhir NASA pada 2022 untuk ilmu Bumi adalah Permukaan Air dan Topografi Laut (SWOT). Ini adalah upaya bersama NASA dengan Badan Antariksa Prancis CNES, badan antariksa Kanada dan Inggris.
“SWOT merupakan pathfinder untuk mendemonstrasikan altimeter radar guna mengukur ketinggian permukaan air dalam dua dimensi dengan resolusi spasial 1.000 kali lebih tinggi daripada altimeter konvensional,” tutur Lee-Leung Fu, ilmuwan proyek SWOT dan ilmuwan peneliti senior di Laboratorium Penggerak Jet.
Dengan dua antena radar yang dipisahkan oleh tiang 10 meter, SWOT akan menghasilkan peta detail ketinggian permukaan air. “Pemanasan global mempercepat laju siklus air dengan meningkatkan kelembaban atmosfer,” sebut Fu.
“Curah hujan dan penguapan air yang jauh lebih cepat membuat sulit untuk menilai cadangan air tawar. Jadi data SWOT akan digunakan untuk membuat penilaian kritis terhadap ketersediaan air bersih ini,” tambahnya.
Selain itu, sambung Fu, SWOT akan memberikan pengamatan unik terhadap lautan pesisir, muara, dan delta sungai.