“Jadi bukan barangnya yang dijual, tapi sistemnya, jadi kalau ada enam layer. Jadi kalau ikut dalam bisnis tersebut kemudian mendapatkan member, maka mendapatkan 10 persen, kemudian mendapatkan member lagi mendapatkan 6 persen, jadi seterusnya begitu, berjenjang hingga 20 persen,” kata Whisnu.
Whisnu mengatakan, dalam kasus ini pihaknya menetapkan enam tersangka yakni AD dan AMA yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) alias buron, AK, D, DES, dan MS. Jumlah member yang sejauh ini telah terkumpul sebanyak 3.000 tersebar mulai dari Jakarta, Bali, Surabaya, Malang, Aceh dan lainnya.
“Kegiatan usaha perdagangan ini tidak memiliki perizinan di bidang perdagangan yang diberikan oleh kementerian,” tambah Whisnu.
Adanya kasus aplikasi Robot Trading ini, katanya, perusahaan itu menjual aplikasi Robot Trading dengan sistem piramida (member). “Jadi bukan barangnya yang dijual, tapi sistemnya,” ujarnya.
Dia menjelaskan, dalam proses Robot Trading ini, sah selama ada perizinannya. Ternyata yang ditemukan sambungnya, menjual aplikasi dengan skema single marketing, bukan multi level. Ditawarkan dengan keuntungan 6 kaki paling bawah, 2 persen.