IPOL.ID – Warga Limo, Depok, Jawa Barat, meminta sedikir perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar kasus tanah mereka yang diklaim mafia tanah diselesaikan dengan seadil-adilnya.
Hari ini, Kamis (3/2) siang, warga menggelar aksi mencari keadilan dengan membawa dan memasangi spanduk-spanduk pencari keadilan pada masing-masing kepemilikan sah lahan mereka. Bahkan sampai hari ini, belum juga ada penyelesaian dari pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok. Sebelumnya, BPN telah melakukan mediasi dan melakukan pengukuran tanah milik warga Limo.
“Bagaimana mau selesai jika tidak diselesaikan. Informasi yang didapat warga, ini sudah pesanan dari atas, siapa yang di atas, menteri? Kembalikan hak kami. Jangan mengambil yang bukan haknya. Ketidakadilannya sangat terasa karena kita warga Limo dilempar ke sana ke sini, jawabannya nanti, katanya juga ini pesanan dari pihak Istana. Siapa yang di Istana? Enggak ada keadilan buat kami, merampas hak kami,” kata warga Limo, Suharlin Lilin Harlini kepada wartawan, Kamis (3/2).
Menurut dia, soal pembangunan Tol Cijago ini warga Limo mendukung. Sebelumnya petugas BPN Kota Depok sudah dua kali melakukan pengukuran tanah warga setempat.
“Hasil pengukuran tanah dari BPN Depok sudah dua kali, hasilnya nanti dan nanti. Balik lagi katanya sudah pesanan dari atas, siapa yang di atas?” tanya Lilin.
Dalam kesempatan yang sama, Yacob T Saragih, Kuasa Hukum Warga Limo yang tanahnya di klaim, menuturkan, saat ini ada 13 kepala keluarga (KK) yang belum diselesaikan. Orang kecil ini biasa dimainkan. Jadi ada dugaan dari tingkat atas dan bawah ada oknum-oknum BPN yang bermain di sini.
“Jika Pak Presiden Jokowi tidak memberantas mafia tanah di Limo tidak akan pernah ada keadilan buat warga. Negara ini dibesarkan bukan karena PT tapi karena rakyat,” timpal Lilin didampingi kuasa hukum, Yacob.
“Kenapa ada muncul sertifikat, kita sudah memiliki tanah ini sejak lama, sedangkan PT yang dimaksud tiba-tiba mengklaim secara prematur,” tambah Yacob.
Yacob menjelaskan, langkah yang telah ditempuh warga yang tanahnya diklaim, proses pertamanya sudah dilakukan pelaporan ke polisi secara pidananya dan proses hukum lainnya. “Di samping itu, warga masih menunggu pihak BPN sekali lagi melakukan mediasi. Jadi warga menunggu keputusan dari BPN nih,” tandasnya.
Pihak BPN, lanjutnya, telah melakukan identifikasi fisik, polisi juga telah melakukan followup identifikasi terkait pelaporan dugaan pemalsuan peta bidang setelah peta bidang sebelumnya sudah fix. “Di 2014 sudah diukur semuanya,” imbuhnya.
Sebab pengadaan tanah warga Limo sudah dimulai sejak 2006-2007. Tiba-tiba masuk pihak PT yang mengklaim menang dari lelang. Bahkan tidak pernah melakukan identifikasi fisik sebelumnya. “Aneh kan,” ujarnya.
Menurut ketetapan ganti rugi oleh petugas P2T di 2014 saat itu nilai ganti ruginya bagi warga Limo terlampau kecil. “Sehingga belum sempat dibayarkan dan banyak warga yang menolak juga. Ketika itu P2T pun telah menolak dua PT tersebut,” ungkapnya.
Kemudian seolah-olah dilakukan pemutakhiran data oleh BPN, dan ternyata juga tidak dilakukan pengukuran objek tanah. “Pengukurannya saja sepihak, dan harusnya dalam pengukuran itu pemilik tanah diikutsertakan,” tegasnya.
Sehingga warga Limo yang tanahnya diklaim oleh PT, mereka mengambil langkah hukum ke Polda Metro Jaya. “Setelah adanya penetapan maka tidak boleh tanah warga dialihkan kepada siapa pun,” tegasnya lagi.
“Warga Limo sebenarnya soal berkaitan dengan hukum tidak mengharapkan ini, seharusnya para pejabat terkait lebih peka terhadap hak-hak rakyat, cukup putuskan dan dibayarkan,” katanya lugas.
Karena adanya dugaan penyerobotan tanah oleh PT Artha Cahaya Persada dan PT Prizamas Mitra Sejati memalsukan peta bidang, tim kuasa hukum Firma Hukum Abdi Nusantara melaporkannya ke Polda Metro Jaya.
Dalam prosesnya di Kepolisian, kata dia, sudah pada proses pemanggilan para pihak untuk pemanggilan saksi-saksi. Apakah memenuhi unsur pidana dan minimal dua barang bukti, warga Limo berharap aparat bekerja profesional dalam mengungkap kasus dugaan mafia tanah ini.
“Sejauh ini sudah 6 saksi dipanggil, dan hasil pengecekan di TKP, perkara yang dilaporkan akan secepat mungkin dinaikkan ke penyelidikan,” timpal Suharyanto, Tim kuasa hukum warga dari Firma Hukum Abdi Nusantara.
Dikatakannya, bukti-bukti sudah warga lengkap, seperti halnya dokumen-dokumen asli yang dimiliki lengkap. Namun kembali lagi ini adanya mengulur-ulur waktu.
“Sedangkan saat SKP turun dari mediasi BPN mengukur seluruh bidang klien kami Suharlin Lilin Harlini, Udin K, Rojan, dan dua warga Limo lainnya (kepemilikan sembilan bidang tanah) secara keseluruhan totalnya 22.000 meter persegi. Kerugian warga capai Rp61.114.380.800 dan negara merugi Rp114.637.032.960,” ungkapnya.
Menurut dia, masalah dugaab mafia tanah itu masih berjalan di lokasi pembebasan tanah Tol Cijago Seksi 3, Limo. “Kami harap Presiden Jokowi, Pak Menteri Mahfud MD dan Kapolri untuk melek mata terhadap kerakusan mafia tanah di sini. Cepat tanggap, memberikan solusi terbaik. Agar kasus ini tidak bertele-tele, karena warga dirugikan,” katanya.
Sementara, Putra Udin K, Anwar, 38, warga Limo, pemilik tanah seluas 6.000 meter persegi lebih menambahkan bahwa warga telah menguasai fisik sejak 1995. Sampai saat ini tinggal di sini di Limo, Depok. “Kami tidak ikhlas jika tanah kami dirampas oleh pihak tertentu yang bermain kotor,” ucapnya.
Selain itu, dia dan warga Limo meminta kepada Presiden Jokowi agar mafia tanah ini diadili sesuai hukum negara yang berlaku. Sampai detik ini juga belum ada penyelesaian yang nyata dan maksimal. Warga minta diselesaikan dengan seadil-adilnya.
“Oleh karenanya, kami harap hak kami diselesaikan secara damai, dibayarkan sesuai aturan yang berlaku, jangan lagi ada permainan busuk dari oknum-oknum BPN,” tutupnya tegas. (ibl/msb)