Muhammad Syukur Mandar menjelaskan, Partai Golkar memiliki doktrin politik, selalu dan akan tetap berada di dalam struktur kekuasaan meskipun kalah dan atau tak ikut menangkan presiden di pemilu.
Tradisi Golkar ini sesungguhnya tidak lagi tepat dan bukan lagi zamannya. Sebab, pertama, pemilu saat ini tidak bisa lagi diatur sesuai kehendak kekuasaan seperti orde baru. Meskipun sepenuhnya pemilu kita belum jujur dalam pelaksanaannya.
Pemilu kita sudah mulai terbuka, tingkat pengawasan masyarakatnya cukup baik, dan pemilihnya pun sudah kritis, memilih partai dengan melihat rekam jejaknya. Itulah mengapa partai yang oposisi dan atau pendukung pemerintah tetapi tetap kritis pada kepentingan rakyat selalu mendapat insentif dari pemilih.
“Jadi jangan heran jika survei belakangan ini, PDIP terus meningkat, mendapat insentif dari pemilih pro pemerintah dan kadernya semakin loyal,” tuturnya.
Pada sisi lain, PKS dan Demokrat, juga mendapatkan hal yang sama dari pemilih yang kontra dengan pemerintah dan para kadernya semakin loyal. Sementara Partai Golkar, mengalami erosi dukungan kader, tidak mendapatkan insentif pemilih baik pro maupun kontra pemerintah. “Tidak hanya itu, Golkar juga mulai diserang kadernya karena sikapnya yang oportunis,” pungkasnya.