Pihak BPN, lanjutnya, telah melakukan identifikasi fisik, polisi juga telah melakukan followup identifikasi terkait pelaporan dugaan pemalsuan peta bidang setelah peta bidang sebelumnya sudah fix. “Di 2014 sudah diukur semuanya,” imbuhnya.
Sebab pengadaan tanah warga Limo sudah dimulai sejak 2006-2007. Tiba-tiba masuk pihak PT yang mengklaim menang dari lelang. Bahkan tidak pernah melakukan identifikasi fisik sebelumnya. “Aneh kan,” ujarnya.
Menurut ketetapan ganti rugi oleh petugas P2T di 2014 saat itu nilai ganti ruginya bagi warga Limo terlampau kecil. “Sehingga belum sempat dibayarkan dan banyak warga yang menolak juga. Ketika itu P2T pun telah menolak dua PT tersebut,” ungkapnya.
Kemudian seolah-olah dilakukan pemutakhiran data oleh BPN, dan ternyata juga tidak dilakukan pengukuran objek tanah. “Pengukurannya saja sepihak, dan harusnya dalam pengukuran itu pemilik tanah diikutsertakan,” tegasnya.
Sehingga warga Limo yang tanahnya diklaim oleh PT, mereka mengambil langkah hukum ke Polda Metro Jaya. “Setelah adanya penetapan maka tidak boleh tanah warga dialihkan kepada siapa pun,” tegasnya lagi.