IPOL.ID – PeduliLindungi ramai diperbicangkan suai muncul rilis dari Kementeri Luar Negeri AS yang menuding aplikasi tersebut diduga melanggar HAM.
PeduliLindungi merupakan aplikasi yang digunakan pemerintah RI sebagai alat pelacak kasus COVID-19. Aplikasi PeduliLindungi ini digunakan sebagai salah satu syarat perjalanan dan aktivitas, baik dalam maupun luar kota.
“Pemerintah mengembangkan Peduli Lindungi, sebuah aplikasi smartphone yang digunakan untuk melacak kasus COVID-19,” demikian dituliskan dalam situs State.gov, dikutip pada Sabtu (16/4/2022).
“Peraturan pemerintah berupaya menghentikan penyebaran virus dengan mewajibkan individu yang memasuki ruang publik seperti mal untuk check-in menggunakan aplikasi.”
“Aplikasi ini juga menyimpan informasi tentang status vaksinasi individu. LSM menyatakan keprihatinan tentang informasi apa yang dikumpulkan oleh aplikasi dan bagaimana data ini disimpan dan digunakan oleh pemerintah.”
Selanjutnya, laporan Kemlu AS juga menyoroti petugas keamanan di Indonesia yang terkadang menyalahgunakan data tanpa pengawasan ataupun surat perintah.
“LSM mengklaim petugas keamanan kadang-kadang melakukan pengawasan tanpa surat perintah terhadap individu dan tempat tinggal mereka dan memantau panggilan telepon.”
Kementerian Kesehatan menyatakan, aplikasi PeduliLindungi telah mencegah 3.733.067 orang dengan status merah (vaksinasi belum lengkap) memasuki ruang publik. PeduliLindungi juga sudah mencegah 538.659 orang terinfeksi Covid-19 (status hitam) melakukan perjalanan domestik atau mengakses ruang publik tertutup.
Data ini tercatat sepanjang 2021 hingga 2022. PeduliLindungi pertama kali diluncurkan pada Maret 2020.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmidzi menyampaikan bahwa PeduliLindungi turut berkontribusi pada rendahnya penularan Covid-19 di Indonesia dibanding negara tetangga dan bahkan negara maju.
“Tuduhan aplikasi ini tidak berguna dan juga melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) adalah sesuatu yang tidak mendasar. Marilah kita secara seksama membaca laporan asli dari US State Department. Laporan tersebut tidak menuduh penggunaan aplikasi ini melanggar HAM,” jelasnya, Jumat (15/4/2022).
“Kami memohon agar pihak-pihak berhenti memelintir seolah-olah laporan tersebut menyimpulkan adanya pelanggaran,” tandasnya.