IPOL.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) menolak permohonan penghentian penuntutan yang diajukan oleh tersangka kasus dugaan pencurian asal Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bandung, Tantan Rahmat.
Bukan tanpa alasan, permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif itu ditolak karena adanya unsur pemberatan tindak pidana.
“Unsur pemberatan dimaksud karena adanya sangkaan melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana di Jakarta, Jumat (1/7).
Berdasarkan kutipan, Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP dimaknai pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Sementara syarat dikabulkannya penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, salah satunya ancaman pidana penjara tak lebih dari lima tahun.
“Karenanya, perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh tersangka (Tantan Rahmat) bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif,” jelas Ketut.
Atas ditolaknya permohonan tersebut, Tantan pun dipastikan kembali diproses secara hukum guna mempertanggungjawabkannya hingga di pengadilan.
Di lain pihak, Kejagung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Fadil Zumhana telah mengabulkan permohonan keadilan restoratif secara serentak terhadap 25 tersangka dari sejumlah Kejaksaan Negeri (Kejari).
Atas dikabulkannya permohonan tersebut, Fadil pun telah memerintahkan Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.(ydh)