IPOL.ID – Perseroan Terbatas (PT) Tira Austenite Tbk memaparkan kinerjanya sepanjang tahun 2021. Hal tersebut diutarakan oleh jajaran direksi PT Tira dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan dan paparan publik di kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur, Jumat (29/7).
Dalam pemaparan kinerja perseroan tahun buku 2021, Direktur Keuangan yang juga Korsek PT Tira Austenite Tbk., Soeseno Adi menyampaikan, di 2021 penjualan mengalami penurunan sekitar 5 persen. Penurunan diakibatkan bisnis utama steel/baja sebagai kontribusi terbesar penjualan (>61%) mengalami penurunan penjualan sekitar 17%.
“Tetapi bersyukur gas mengalami kenaikan penjualan sekitar 42% dan manufaktur tumbuh 37%,” papar Soeseno dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan dan Paparan Publik di kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur, Jumat (29/7).
Untuk Divisi Gas, terangnya, mengalami peningkatan penjualan sebagai dampak permintaan oksigen selama menghadapi Pandemi Covid-19. Selain itu, beberapa segmen oil dan gas juga di mining mulai membaik dan beberapa kontrak telah di dapatkan.
Pada Divisi Manufaktur, ungkapnya, mengalami peningkatan penjualan dengan pengembangan bisnis di spare part alat berat serta penguatan bisnis di beberapa segmen utama (semen dan gula). Pada transformasi bisnis gas, seperti retail-bulk, pengembangan segmen oil dan gas juga mining, pengembangan instalasi di rumah sakit serta partnership terkait pembangunan Filling Station.
Disebutkan, rencana jangka pendek perseroan di 2022, akan mengupayakan tambahan fasilitas modal kerja untuk mempercepat pertumbuhan penjualan agar mencapai economic of scale. “Sehingga diharapkan nantinya dapat memperkuat profitabilitas,” ujarnya.
Kemudian mengupayakan pengembangan manufacturing untuk memperkuat portofolio perseroan. Optimalisasi kontrak-kontrak dipelanggan utama serta penanganan proyek-proyek. “Selain itu, mengembangkan pola hubungan kemitraan yang baik, disesuaikan dengan para mitra terutama customer dan vendors,” paparnya.
Dalam kesempatan yang sama, CEO PT Tira Austenite Tbk., Toto Indratno menjelaskan, hingga saat ini di dalam negeri sendiri belum dapat memproduksi baja yang khusus. “Kita sebagai importir, melihat hal itu belum memenuhi skala pada ekonomi kita. Tapi apakah nantinya baja khusus kita bisa masuk pasar luar negeri? Ternyata secara kualitas kita belum bisa bersaing dengan luar negeri,” ungkap Toto.
“Teknologi bisa diadopsi tapi itu pun tidak bisa dilakukan,” tambah dia.
Sehingga diharapkan adalah soal regulasi yang ada itu dapat menjaga industri (baja) di dalam negeri. “Agar user tidak terkendala,” paparnya.
Diungkapnya, untuk strategi kedepan pada Divisi Steel PT Tira bakal mencoba melakukan integrasi secara vertikal. Impor seluruh baja khusus dari luar negeri. Supply finished product, kontrak supply, and project partnership. “Harapan kami projek ini bagian tersendiri untuk difokuskan,” katanya.
Dalam penjelasan kinerja perseroan hingga Juni 2022, dibanding Juni 2021 sampai Juni 2022 telah terjadi kenaikan penjualan sebesar 19%. Disebabkan oleh kenaikan penjualan Divisi Steel 21%, Divisi Gas 6 %, dan Manufaktur sekitar 47%.
“Itu terjadi karena kondisi domestic market dalam negeri berangsur tumbuh lebih baik dibanding 2021. Pertumbuhan Divisi Steel 2022 seharusnya masih bisa lebih besar karena permintaan market membaik,” ujarnya.
Tetapi dampak perang Rusia-Ukraina cukup mempengaruhi produsen baja di dunia. Selain masih terkait keterbatasan modal kerja untuk pemenuhan PO-PO dari pelanggan, dan itu berpengaruh pada kedatangan barang.
Diakuinya adanya perang Rusia-Ukraina cukup berpengaruh bagi pertumbuhan baja di Indonesia. “PT Tira prinsipnya tidak keberatan akan regulasi yang dikeluarkan dan mendukung penuh pemerintah,” tukasnya.
Namun, perlu diketahui karena bisnis yang dilakoni oleh PT Tira merupakan baja-baja khusus. Dan terkait impor baja itu sendiri, jika impor tidak sesuai maka akan berdampak pada PT Tira. “Untuk itu, izin importir harus spesifik dan detail, jika tak selektif akan terganggu. Produktifitas akan terganggu,” katanya.
Sementara, Direktur Utama (Dirut) PT Tira Austenite Tbk., Selo Winardi menyampaikan, saat ini apa yang dihadapi oleh perusahaan pertama adalah soal inflasi, dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum, terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Kedua, terkait naik/turunnya nilai mata uang asing yang berpengaruh dengan harga baja impor.
“Karena harga baja juga melihat naik-turunnya mata uang asing, untuk itu kita lakukan negosiasi dengan customer, juga vendors. Jika vendornya multi dan canggih akan mengerti, nah jika tidak mengerti,” papar Dirut PT Tira Austenite Tbk, Selo Winardi.
Soal inflasi, katanya, PT Tira merupakan pemain tunggal (impor) dari baja-baja khusus. Mei 2022 kemarin saja, tingginya inflasi terjadi ketika lebaran. Solusi yang dilakukan saat itu oleh pihaknya yaitu dengan melakukan efisiensi. Ketiga, sambungnya, terkait regulasi dan keempat soal impor barang.
Diketahui bahwa pemerintah membatasi keran impor beberapa komoditas termasuk baja yang dibutuhkan para produsen otomotif. Pembatasan itu diikuti kewajiban pembuatan neraca komoditas.
Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengeluarkan regulasi tentang daftar barang impor dibatasi melalui Keputusan Menteri Keuangan No. 23/2022. Salah satu produk yang terkena imbas pembatasan impor adalah baja yang dibutuhkan industri.
Dalam beleid itu, pembatasan impor mencakup produk baja paduan dan beleid itu merupakan respons dari peraturan menteri perdagangan (Permendag). Berdasarkan lampiran KMK 23/2022, ada 1.519 daftar barang dibatasi impor, sebanyak 498 besi dan baja maupun baja paduan.
“Mengenai regulasi ini, pemerintah membatasi impor (baja) prinsipnya baik. Ini terus dimonitor, dan disesuaikan dengan kondisi,” ujar dia.
Kemudian terkait gas, Toto kembali memaparkan, pada bisnis gas mengalami pertumbuhan, sehubungan dengan pasar gas industri semakin membaik. Beberapa kebutuhan gas industri seperti CO2 untuk di pertambangan (Nickel). Kemudian bisnis Manufaktur mengalami pertumbuhan dengan memproduksi Bronze untuk industri gula, otomotif dan juga beberapa parts di sektor alat berat.
Pada penjualan gas di 2021 meningkat diangka 40 persen, sebab Mei, Juni hingga Juli, Indonesia dihantam Covid-19 yang ketika itu kasusnya sedang tinggi. Artinya, produksi oksigen tidak bertambah, tapi permintaan yang bertambah.
“Saat kasus Covid-19 tinggi, kita kerja 24 jam baik di cabang Bandung, Yogyakarta, Semarang hingga Gresik, industri di 2021 saat itu tumbuh, namun di 2020 justru tidak tumbuh”.
“Nah, di tahun 2022 tumbuh, seperti halnya pada sektor rumah sakit normal kemudian pada sektor industri mengalami pertumbuhan juga,” tutupnya. (ibl/msb)