IPOL.ID – Jaksa Agung ST Burhanuddin mengakui pelaksanaan sistem peradilan pidana dan pemidanaan di Indonesia secara umum masih bersifat retributif yang menitikberatkan pada penghukuman pelaku, sehingga penegakan hukum yang dilakukan kadang menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.
Sebab, penegakan hukum yang dilakukan cenderung mengabaikan kemanfaatan dan tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat. Sebagai contoh, kasus nenek Minah dan kakek Samirin yang sempat mencederai nilai dan rasa keadilan masyarakat, yang umumnya tidak menghendaki mereka untuk dihukum. Bahkan pada umumnya dalam proses penegakan hukum beberapa perkara pidana, cenderung mengabaikan kepentingan pemulihan hak korban.
“Sebenarnya kegaduhan penegakan hukum pada kasus nenek Minah dan kakek Samirin bukanlah kesalahan dari aparat penegak hukum karena secara teknis hukum dan pemenuhan alat bukti, mereka hanya menjalankan hukum acara pidana yang berlaku. Hukum acara yang terjebak dengan kekakuan pemenuhan kepastian hukum, namun lalai dalam mewujudkan keadilan dan kemanfaatan,” ujar Burhanuddin dalam sebuah diskusi yang digelar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Sabtu (16/7).