IPOL.ID – Jaksa Agung ST Burhanuddin mengakui pelaksanaan sistem peradilan pidana dan pemidanaan di Indonesia secara umum masih bersifat retributif yang menitikberatkan pada penghukuman pelaku, sehingga penegakan hukum yang dilakukan kadang menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.
Sebab, penegakan hukum yang dilakukan cenderung mengabaikan kemanfaatan dan tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat. Sebagai contoh, kasus nenek Minah dan kakek Samirin yang sempat mencederai nilai dan rasa keadilan masyarakat, yang umumnya tidak menghendaki mereka untuk dihukum. Bahkan pada umumnya dalam proses penegakan hukum beberapa perkara pidana, cenderung mengabaikan kepentingan pemulihan hak korban.
“Sebenarnya kegaduhan penegakan hukum pada kasus nenek Minah dan kakek Samirin bukanlah kesalahan dari aparat penegak hukum karena secara teknis hukum dan pemenuhan alat bukti, mereka hanya menjalankan hukum acara pidana yang berlaku. Hukum acara yang terjebak dengan kekakuan pemenuhan kepastian hukum, namun lalai dalam mewujudkan keadilan dan kemanfaatan,” ujar Burhanuddin dalam sebuah diskusi yang digelar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Sabtu (16/7).
Oleh karenanya, seiring dengan berjalannya waktu, dalam rangka mengakomodir pergeseran nilai keadilan masyarakat tersebut, saat ini telah berkembang alternatif penyelesaian perkara dan pemidanaan yang menitikberatkan pada pentingnya solusi untuk memulihkan keadaan korban, merekonsiliasi para pihak dan mengembalikan harmoni pada masyarakat dengan tetap menuntut pertanggungjawaban pelaku. Alternatif ini dikenal sebagai keadilan restoratif atau restorative justice.
“Keadilan restoratif menjadi solusi dimana kepentingan atau hak korban diutamakan dalam penyelesaian perkara. Dalam hal ini perbaikan keadaan korban dan pemberian maaf dari korban menjadi faktor penentu penyelesaian perkara. Selain itu, di sisi lain tetap memperhatikan kondisi tertentu dari pelaku kejahatan sebagai bahan pertimbangan penyelesaian perkaranya,” ujar Burhanuddin.
Dalam pelaksanaannya, mantan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) itu menyampaikan bahwa penegakan hukum yang dilakukan oleh pihaknya melalui pendekatan keadilan restoratif dapat menyeimbangkan kepentingan pemulihan keadaan dan hak korban.
“Selain itu, juga memperbaiki diri pelaku yang hasilnya mampu mewujudkan keadilan yang memperbaiki keadaan masing-masing pihak sehingga hal ini sejalan dengan rasa keadilan masyarakat serta tidak lagi ditemukan penegakan hukum yang tidak berkemanfaatan,” ujar Burhanuddin.(ydh)