IPOL.ID – Saat ini, laju vaksinasi hewan ternak di daerah Jawa Tengah baru 3,74 persen dari target 74.784 suntikan. Hal tersebut diutarakan oleh Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), Prof. Wiku Adisasmito.
Prof. Wiku menerangkan, padahal, berdasarkan peta zonasi hampir seluruh wilayah Jawa Tengah berada di zona kuning. Untuk itu, penting vaksinasi dan testing terhadap hewan ternak dalam mengatasi kasus PMK di dalam negeri.
“Kecilnya laju vaksinasi juga disebabkan karena alat yang kurang. Mohon ini jadi perhatian untuk melakukan percepatan vaksinasi diikuti dengan jumlah vaksin yang tersedia,” terang Prof. Wiku dalam Rapat Koordinasi Penanganan Wabah PMK di Semarang, Kamis (28/7).
Pemerintah saat ini, lanjutnya, berupaya memproduksi vaksin dalam negeri. Diperkirakan pada September-Desember tahun ini, Pusvetma di Surabaya, Jawa Timur, bisa memproduksi 250 ribu vaksin per bulanannya. Begitu juga dengan Vaksindo diperkirakan bisa memproduksi vaksin dalam jumlah sama.
Selain itu, pemerintah tengah membahas rencana impor bulk antigen dalam jumlah besar. Nantinya, proses fill and finish bisa dilakukan di Indonesia, sehingga vaksin bisa diproduksi di dalam negeri dengan jumlah banyak.
Vaksinasi siap dilakukan dalam kurun 2-3 bulan setelah import bulk antigen datang. Diperlukan kemampuan vaksinasi yang baik di setiap daerah. Sehingga diharapkan kemampuan vaksin jangan sampai rendah.
Prof. Wiku mengimbau, agar perhitungan pendataan vaksinasi dilakukan berdasarkan jumlah hewan ternak yang sudah divaksin sesuai jenisnya. Sebab, perhitungan berdasarkan jumlah vaksin yang telah dilakukan sebelumnya dinilai kurang tepat.
Penyebaran PMK berpotensi besar terjadi di pasar hewan sehingga perlu dilakukan penutupan. Namun, apabila kembali dibuka perlu dipastikan penerapan biosecurity sudah berjalan di pasar hewan dan untuk orang yang membawa ternaknya. Harus dipastikan hewan yang masuk pasar dalam kondisi sehat.
Terkait testing, Prof. Wiku menyebutkan, kemampuan testing Jawa Tengah saat ini masih cukup rendah. Hal ini disebabkan kemampuan dari laboratorium di Balai Besar Veteriner Wates masih terbatas serta jumlah sampel yang dikirim ikut terbatas.
Oleh karena itu, Pemerintah Pusat nantinya akan menyuplai kebutuhan yang diperlukan. Kemudian menugaskan laboratorium lain di lingkungan Jawa Tengah dan Jogjakarta yang bisa mendukung testing lebih masif. Seperti, universitas kedokteran hewan dan fasiltas lain di Kementerian Kesehatan.
“Testing harus dilakukan cepat supaya penyebaran tidak semakin meluas. Jangan ragu melakukan testing karena kita tau bukan hanya dari gejala klinis tapi juga melaui testing,” kata Prof. Wiku.
Selain itu, Prof. Wiku mengimbau Satgas di setiap daerah agar mampu memberikan informasi langsung dan lugas kepada para peternak agar tidak panik dan terjadi panic selling.
Melihat kejadian di Jawa Timur, selama periode 1-2 bulan, sebanyak 10-15 persen hewan ternak mati atau dipotong bersyarat. Penyebabnya panic selling.
Karenanya, biosecurity sangat diperlukan agar orang-orang yang keluar masuk pertenakan dipastikan bebas dari virus PMK. Perlu juga dilakukan disinfeksi sebab perternak berpotensi menjadi penyebar virus.
Sementara itu, Babinsa dan Bhabinkamtibnas diminta menjaga para peternak. Memastikan tidak ada pihak-pihak yang mencoba mengambil keuntungan pribadi di tengah kondisi saat ini. Seperti, membeli murah hewan ternak, disembuhkan dan dijual kembali dengan harga tinggi.
“Jangan ditorelir. Kerugian besar sudah terjadi di Jawa Timur. Jangan sampai terjadi di Jawa Barat dan Jawa Tengah karena di sini adalah sentra peternakan terbesar di Pulau Jawa,” tutup Wiku. (ibl)