IPOL.ID – Perubahan nama Rumah Sakit menjadi Rumah Sehat di Jakarta, masih menyisakan pro dan kontra. Pengamat Kebijakan Publik Sugiyanto, bahkan mencium adanya aroma kebohongan publik dalam keterangan yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Pemprov DKI.
Dijelaskan Sugiyanto, kebohongan publik yang dimaksud adalah, dimana Kemenkes menyebut, penjenamaan ‘Rumah Sakit’ menjadi ‘Rumah Sehat untuk Jakarta’ hanya sebagai motto saja. “Penjenamaan dan motto itu dua kalimat yang mempunyai arti berbeda,”ujar Sugiyanto dalam keterangannya kepada ipol.id, Jumat (6/8).
Dibeberkan SGY, panggilan akrabnya, berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi online diketahui, penjenamaan berasal dari kata jenama yang berarti, merek atau jenis. Penjenamaan dapat juga berarti pencitraan merek. Dalam bahasa inggris disebut dengan istilah branding.
Penjenamaan lebih digunakan dalam praktik di dunia bisnis, sektor publik (pemerintahan) dan bahkan organisasi nirlaba. Penjenamaan adalah bagian kecil dari pemasaran yang salah satu tujuannya adalah untuk membangun citra baik organisasi dibenak khalayak.
Sedangkan kata motto atau juga semboyan adalah kalimat, frasa, atau kata sebagai semboyan atau pedoman yang menggambarkan motivasi, semangat, dan tujuan dari suatu organisasi. Pengguna moto biasanya adalah negara, kota, universitas, dan keluarga-keluarga bangsawan.
“Dari uraian diatas maka jelas, arti kata penjenamaan atau merek atau jenis, atau branding berbeda dengan arti kata motto. Hal ini tentu menjadi dasar atas niat Pemprov DKI Jakarta untuk menentukan pilihan penjenamaan atau motto,”jelasnya.
Dari penjelasan tersebut, lanjut SGY, munculah dugaan kebohongan publik, karena sejatinya Pemprov DKI Jakarta ingin melakukan penjenamaan, bukan untuk membuat motto atas 31 rumah sakit di DKI Jakarta.
“Sehingga alasan penjenamaan ‘Rumah Sakit’ menjadi ‘Rumah Sehat untuk Jakarta’ sebagai motto atau semboyan, ataupun slogan menjadi tidak tepat,” tegasnya.
Selain itu, kata dia, patut diduga bahwa penyebutan istilah motto atas penjenamaan ‘Rumah Sakit’ menjadi ‘Rumah Sehat untuk Jakarta’ adalah hanya untuk pembenaran dan meredam kritik masyarakat tentang kebijakan penjenamaan tersebut.
“Bila kita menilik arti kata dari penjenamaan dan kata motto, maka dugaan kebohongan publik ini akan semakin nampak jelas,” tandasnya.
Atas dasar itulah, menurut Sugiyanto, sesungguhnya Pemerintah DKI Jakarta memang berkeinginan menganti nama ‘Rumah Sakit’ menjadi ‘Rumah Sehat untuk Jakarta’. Namun Kemenkes tidak memperkenankan karena terkait dengan (aturan hukum) UU Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
Hingga akhirnya Kemenkes menyebut perubahan nama tersebut hanya bagian dari motto. “Yang pasti, tujuan awal Pemprov DKI Jakarta itu memang untuk melakukan penjenamaan ‘Rumah Sakit ‘ menjadi ‘Rumah Sehat untuk Jakarta,’ bukan untuk tujuan membuat motto,”ungkapnya.
“Dengan demikian maka patut diduga Kemenkes dan Pemprov DKI telah melakukan kebohongan publik atas penjelasan kalimat penjenamaan ‘Rumah Sakit’ menjadi ‘Rumah Sehat untuk Jakarta’ yang disebut hanya sebagai motto saja,”sambungnya.
Melihat persoalan ini, Sugiyanto pun meminta DPR dan DPRD DKI, harus segera bersikap. Kedua lembaga terhormat itu bisa memangil pejabat Pemprov DKI Jakarta untuk dimintai penjelasannya tentang hal tersebut.
“Kalau perubahan nama Rumah Sakit itu hanya bagaian dari motto maka dewan bisa mengusulkan motto yang lebih tepat seperti, ‘Jakarta Melayani Pasien’ atau ‘Sehat Masyarakatnya maju Kotanya’ dan atau motto-motto lainnya,” pungkasnya. (Apes)