IPOL.ID – Sekjen Persatuan Nasional Aktivis 98 (PENA 98), Adian Napitupulu angkat bicara soal pernyataan Ketua Umum Projo, Budi Setiadi terkait Pemilu 2024.
Menurut Adian, pernyataan ‘Karena kalau kalah meleset, bos, masuk penjara’ akan berdampak panjang, termasuk berpotensi menguatnya polarisasi.
Demokrasi yang sehat hanya bisa tumbuh jika proses politik elektoral berjalan dalam kegembiraan bukan dalam ancaman dalam segala macam bentuknya.
“Mengkaitkan kalah menang Pemilu dengan penjara, disisi lain bisa diartikan bahwa Projo menuding Presiden Jokowi selama 2 Periode gagal memisahkan penegakan hukum dan pilihan politik. Dengan kata lain, penegakan hukum ditentukan oleh siapa yang menang dalam Pemilu,” ujar Adian dalam pesan tertulisnya, Minggu (14/8).
Adian menyesalkan kalimat Ketua Umum Projo itu serupa dengan mind set orde baru yang menggunakan ancaman hukum atau penjara pada partai politik dan siapapun yang berbeda pilihan politik.
“Tentu sangat di sayangkan di era reformasi saat ini pernyataan serupa masih saja bisa diucapkan,” sesal Adian.
Padahal, kata dia, penjara itu sanksi hukum dari perbuatan yang melanggar hukum, bertentangan dengan hukum, tidak sesuai dengan kaidah hukum atau melawan hukum. Bukan sanksi dari perbedaan politik, bukan sanksi dari perbedaan pilihan dalam pemilu.
Dalam pilkada bahkan pilkades sekalipun, jika hanya ada satu calon maka untuk memastikan hak demokrasi berjalan selalu ada ruang bagi yang tidak bersetuju pada calon itu.
“Sehingga panitia penyelenggara pemilihan memungkinkan membuat satu kotak kosong agar Rakyat tetap boleh punya pilihan. Perbedaan pilihan itu bahkan dilindungi oleh konstitusi kita,” tukasnya.
Salah satu kelebihan sistem demokrasi di banding sistem lainnya adalah karena membuka ruang dan berterima terhadap perbedaan apapun. Selama sesuai dengan koridor hukum dan nilai-nilai Hak Asasi Manusia. Termasuk membuka ruang pada perbedaan memilih Capres dan Cawapres bagi partai dan perbedaan memilih bagi rakyat dalam bilik suara.
“Jadi sebenarnya pernyataan Ketum Projo itu mengancam partai, mengancam pelaku politik atau justeru mengancam Demokrasi dengan mengancam perbedaan pilihan atau jangan jangan malah mengancam konstitusi yang jelas jelas melindungi perbedaan. Untuk itu, perlu rasanya Ketum Projo meralat dan meluruskan apa maksud dari pernyataannya,” tutup Adian.(Joesvicar Iqbal)