Dengan adanya kenaikan kasus PMK, lanjut dia, hal itu semestinya sudah menjadi perhatian bagi pemangku kebijakan di NTB. Mereka harus lebih memperketat implementasi regulasi lalu lintas pada setiap pintu masuk.
Menurut Suharyanto, pengetatan itu dapat dilakukan dengan lebih mengoptimalkan biosecurity mulai dari lingkup terkecil. Lemahnya pelaksanaan biosecurity menjadi ancaman nyata bagi wilayah sebelahnya, Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Jika biosecurity kurang baik, maka tinggal menunggu waktu NTT menjadi zona merah PMK karena tertular daerah sekitarnya, terutama dari Sumbawa,” tukas Suharyanto.
Selain biosecurity, lanjut Suharyanto, strategi lain dalam menekan angka kasus PMK adalah dengan potong bersyarat, pengobatan serta vaksinasi.
Untuk diketahui, berdasarkan data per 17 Mei-24 Agustus 2022, total kasus PMK di NTB ada sebanyak 96.656 ekor. Hewan ternak sembuh 92.209 ekor, mati 229 ekor, potong bersyarat 250 ekor dan yang masih sakit 3.968 ekor.
Provinsi NTB berada di peringkat keenam dengan total kasus aktif PMK sebanyak 3.968 ekor. Kabupaten Sumbawa menjadi wilayah terbanyak ke dua di NTB setelah Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Bima menjadi peringkat ke tiga. Sedangkan kasus aktif di Sumbawa ada 1.282 ekor, Bima 640 ekor serta Lombok Tengah 1.675 ekor. (Joesvicar Iqbal)