IPOL.ID – Direktur Eksekutif Indonesia Justice Watch (IJW), Akbar Hidayatullah menyoroti penangkapan oknum hakim agung, Sudrajad Dimyati oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurutnya, penangkapan oknum penegak hukum itu sebagai bukti bahwa budaya hukum dan moral penegak hukum di Indonesia masih buruk.
Apalagi penangkapan tersebut dilatarbelakangi adanya dugaan penerimaan suap atau uang pelicin dalam pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
“Ini menunjukkan budaya hukum dan moral aparat penegak hukum kita sangat buruk, seolah-olah semua hanya bisa “diurus” kalau ada pelicinnya,” ujar Akbar saat berbincang dengan ipol.id, Minggu (25/9).
Di sisi lain, Akbar juga menyoroti reformasi birokrasi yang diduga masih dilakukan setengah hati di MA. Akbar pun mendorong agar reformasi birokrasi lembaga peradilan itu dilakukan secara totalitas.
“Kita berharap jangan ada lagi kewajiban-kewajiban untuk memberikan pelicin atau suap di lembaga peradilan,” tegas Akbar.
Diketahui, Sudrajat Dimyati atau SD ditangkap oleh lembaga antirasuah karena diduga menerima suap alias uang pelicin dalam pengurusan perkara di MA.
Selain SD, KPK juga menetapkan sembilan tersangka lainnya dalam kasus suap pengurusan perkara di lembaga peradilan itu. Lima orang di antaranya adalah PNS di MA.
Mereka di antaranya, Elly Tri Pangestu (Panitera Pengganti), Desy Yustria selaku (Kepaniteraan MA), Muhajir Habibie (Kepaniteraan MA) dan Albasri (PNS) dan Redi (PNS).
Lalu, Yosep Parera dan Eko Suparno sebagai pengacara serta Heryanto dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto selaku debitur Koperasi Simpan Pinjam ID.
Sebelum ditetapkan tersangka, mereka diduga telah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar oleh KPK di Jakarta dan Semarang, Rabu (21/9) malam.(Yudha Krastawan)