IPOL.ID – Kantor Wilayah Hukum dan HAM (Kanwilkumham) DKI Jakarta memaparkan 14 pasal dalam RUU KUHP dalam dialog terbuka di lima kampus, Selasa (27/9). Dari 14 pasal yaitu yang dianggap krusial dan diperdebatkan di masyarakat.
Terkait Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tersebut, dialog digelar di lima kampus yakni Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma, Universitas Yarsi, Universitas Sahid, Universitas Bung Karno, dan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Prof. Gayus Lumbuun.
“Kita dialog secara terbuka ke mahasiswa, dosen agar bisa mengkritisi, bisa menyampaikan pendapat. Memberikan sumbangan saran dan sebagainya,” kata Kepala Kanwilkumham DKI Jakarta, Ibnu Chuldun saat dialog terbuka di Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma, Selasa (27/9).
Dia menjelaskan, dialog terbuka ini menyasar 14 pasal dalam RUU KUHP yang dianggap krusial dan diperdebatkan di masyarakat.
Pada Pasal RKUHP yang dibahas dalam dialog, melibatkan akademisi di masing-masing kampus yang memiliki fakultas hukum yakni Pasal 2 dan Pasal 69 mengenai living the law atau hukum pidana adat.
Pasal 67 dan Pasal 100 mengenai pidana mati, Pasal 218 mengenai penghinaan Presiden dan Wakil Presiden. Kemudian Pasal 252 mengenai menyatakan diri memiliki kekuatan gaib untuk mencelakakan orang.
Penghapusan pasal tentang dokter atau dokter gigi yang menjalankan kerja tanpa izin, Pasal 277 mengenai membiarkan unggas merusak kebun atau tanah yang telah ditaburi benih.
Pasal 280 mengenai tindak pidana gangguan dan penyesatan proses peradilan, penghapusan tindak pidana advokat curang, Pasal 302 RKUHP: tindak pidana terhadap (penodaan) agama
Pasal 340 tentang penganiayaan hewan, Pasal 412 tentang tindak pidana mempertunjukan alat pencegahan kehamilan kepada anak. Pasal 429 tentang penggelandangan mengganggu ketertiban.
Pasal 467 mengenai aborsi, dalam pasal ini pidana dikecualikan indikasi kedaruratan medis, perempuan korban perkosaan atau kekerasan seksual yang mengakibatkan kehamilan.
Dalam poin korban kekerasan seksual ini, usia kehamilan tidak lebih dari 12 minggu, lalu Pasal 415 tentang perzinaan, Pasal 416 kohabitasi (kumpul kebo), dan Pasal 477 perkosaan dalam perkawinan.
Dalam dialog terbuka di Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma, kata Ibnu, pasal penyerangan harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden termasuk yang banyak dipertanyakan mahasiswa.
Namun Ibnu menyampaikan, RKUHP sudah membedakan antara kritik dengan penghinaan. Sehingga bukan berarti masyarakat tidak dapat menyampaikan kritik kepada pemerintah.
“Pada RKUHP menutup kemungkinan dilaporkannya penghinaan Presiden atau Wakil Presiden oleh relawan. Karena hanya Presiden atau Wakil Presiden yang dapat mengajukan pengaduan,” ungkapnya.
Perihal pasal unggas merusak kebun yang sudah ditaburi benih dan dianggap masyarakat tidak lazim. Ibnu menyebut, hal tersebut diatur dalam RKUHP karena banyak terjadi kasus serupa.
Dia mencontohkan kasus petani yang baru membuka lahan lalu menaburi bibit tapi dirusak oleh unggas milik seseorang. Akibat kerusakan lahan itu, petani merugi karena gagal panen.
“Ini yang dimaksudkan itu. Bukan unggasnya itu, tapi pemilik unggas yang dikenakan sanksi pidana. Saya juga pernah menjadi cah angon, saya melepas bebek ketika sawah sudah dipanen,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Dekan Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma, Niru Anita Sinaga mengatakan, pihaknya menyambut baik dialog terbuka itu. Dalam dialog ini, pasal RKUHP mengenai penghinaan Presiden dan Wakil Presiden, living the law, zina dan perkosaan dalam perkawinan menjadi yang paling banyak ditanyakan mahasiswanya.
“Kami berharap Kementerian Hukum dan HAM RI dapat menyerap aspirasi masyarakat. Terutama mahasiswa dan mahasiswi Fakultas Hukum Perguruan Tinggi, termasuk para dosen,” tutup Niru Anita. (Joesvicar Iqbal/msb)